"Aku kemarin ribut lagi sama suamiku,"
Aku meliriknya sekilas. Dari raut wajahnya terlihat sekali kalau staf keuangan kantorku ini sedang kesal.
"Soal apa?" tanyaku sembari melanjutkan mengetik.
"Soal uang,"
Aku hentikan dulu aktivitasku mengetik. Beberapa waktu yang lalu dia cerita habis ribut sama suaminya soal curiga dengan acara yang digelar di kantor suaminya. Yang hanya mengajak staf cowok untuk liburan di daerah Anyer. Ia khawatir ada acara aneh-aneh nantinya.
"Uang ini sumbernya ribut deh,"
Aku mengangguk setuju.
"Suamiku tiba-tiba aja bilang gini, kenapa sih, tiap bulan selalu ngasih uang ke ibumu? Ke ibuku jarang. Kalau lagi main ke rumah sana aja baru ngasih uangnya,"
"Waahh, ribut gede nih kalau sudah bawa-bawa ortu gini ini," kataku dalam hati.
"Bikin emosi aja. Dia ini nyadar nggak sih ngomong kayak gini ini?"
Nada suaranya terdengar meninggi. Aku hanya meresponnya dengan menaikan kedua alisku saja.
"Kan bikin kesel kalau dia nggak sadar diri gitu!"
Aku menganggukan kepala sebagai respon kalau aku terus menyimak ceritanya. Sengaja nggak ngomong. Bingung mau ngomong apa juga.
"Langsung kujawab, kita ini tinggal di mana? Di salah satu kos-kosan milik ortuku kan? Nempati kosan yang paling gede. Gratis nggak bayar. Listrik sama air juga ditanggung ortuku. Kalau pagi sama malam numpang makan ikut ortuku. Kalau kami kerja, nitip anak ke ortuku juga. Lha, ngasih ortu uang aja kok diributin sih?"
Aku sekali lagi mengangguk. Paham deh. Bagus juga tuh. Pada dasarnya ortu itu nggak pernah minta apapun ke anaknya. Anaklah yang harus sadar diri untuk ngasih meski nggak diminta. Meski nggak besar tapi kan setidaknya ngasih.
"Kalau kita ngasih ortumu jarang-jarang ya wajar. Kita nggak ngerepotin mereka tiap hari," lanjutnya yang masih terdengar emosi.
Sekali lagi aku mengangguk. Setuju juga sih sama apa yang dia lakuin.
"Eh, dia malah bilang yang ngeselin lagi!"
Aku menaikan kedua alisku lagi. Sorot mataku mengisyaratkan bertanya.
"Suamiku bilang kenapa aku juga rutin ngasih duit adikku tiap bulan? Sedangkan ke adiknya dia jarang,"
Apalagi ini? Kok jadi adik ikutan kena sih?
"Kubilang ke dia gini, adikku itu yang nyuci sama nyeterika baju kita. Kadang kalau ortuku lagi sibuk, adikku juga yang momong, mandiin dan nyuapin anak kita. Nah, adikmu ngapain? Apa dia melakukan semua itu? Salah gitu aku ngasih adikku uang jajan setelah dia membantu kita mengerjakan semua yang seharusnya menjadi pekerjaan kita itu? Dia diam tuh aku jawab gitu,"
Waaahh bener juga tuh. Kalau nyuruh orang pasti lebih mahal. Kan hitungannya menggaji orang. Ini kan masih masuk kategori minta tolong aja nih. Uang saku atau uang jajan ini kan jumlahnya biasanya nggak gede-gede amat.
"Aku bukannya pilih kasih soal uang. Tapi hanya menempatkan sesuatu pada tempatnya aja. Emang salah?"
Aku menggelengkan kepalaku. Aaahh, bingung aahh. Nggak ngerti juga aku sama masalah beginian. Lebih baik jadi pendengar aja. Daripada salah bicara.