Kita sering mendengar kata bolos atau cabut. Bolos di sekolah berarti tidak masuk sekolah atau meninggalkan jam pelajaran tanpa izin dari guru atau alasan yang jelas. Biasanya orang yang cabut mengikuti kegiatan belajar mengajar, namun tidak mengikuti beberapa jam pelajaran saja.
Hal tersebut biasanya dilakukan oleh anak laki-laki. Misalnya mereka cabut ketika jam pelajaran atau cabut untuk melaksanakan shalat jumat. Mereka mulai melakukan hal tersebut biasanya karena ajakan teman. Mereka izin untuk pergi ke wc padahal mereka pergi ke kantin atau bermain basket,bola,dll.
Cabut didasari oleh beberapa sebab seperti pengaruh ajakan teman yang berawal dari iseng menjadi hobi, metode belajar yang membosankan seperti tidak suka terhadap pelajaran tersebut atau ketidak sukanya terhadap guru yang mengajar di kelas. Kemudian kelelahan mengikuti ekstrakulikuler dan bentuk perlawanan terhadap perilaku guru.
Biasanya murid yang sering cabut menggunakan jam pelajaran guru yang tidak terlalu mementingkan siswa yang cabut. Tetapi bagi guru yang tidak memperbolehkan keluar kelas ketika pelajaran berlangsung mereka akan tetap berada di kelas meskipun pandangan mereka mengarah keluar jendela.
Lalu mereka juga menggunakan waktu istirahat untuk cabut dan memberikan alasan bahwa mereka dari wc atau telat keluar kelas untuk istirahat. Selain itu mereka juga menggunakan alasan mengantri saat membeli makanan dan banyak orang yang berada di kantin.
Ketika mereka cabut dari kelas. Mereka biasanya pergi ke kantin, ke wc, ke lapangan bola, lapangan basket, atau tempat dimana ada orang yang berolahraga. Mereka keluar kelas sekitar dua puluh menit atau sampai jam pembelajaran itu habis.
Guru juga sudah banyak yang mengingatkan untuk tidak cabut ketika jam pembelajaran. Tetapi mereka tidak mendengarkan hal tersebut. Bagi siswa yang sering cabut mereka akan santai saja ketika melihat guru yang lewat di dekat mereka. Bahkan ketika guru sudah memerintahkan mereka untuk masuk kelas mereka tetap saja berada diluar.
Kejadian cabut ini bisa berdampak pada akademik seperti ketinggalan materi pelajaran, kesulitan dalam menentukan masa depan, gangguan proses belajar mengajar, minat belajar berkurang, tidak naik kelas, gagal dalam ujian, tugas sekolah atau pr banyak menumpuk, nilai rafor menurun.
Dampak selanjutnya adalah terganggunya hubungan sosial seperti sulit membangun hubungan yang baik dengan teman sekelas dan guru, bisa tidak memiliki teman dekat, terjerumus dalam pergaulan bebas. Lalu dampak berikutnya adalah melewatkan kesempatan untuk mengembangkan minat dan bakat, sulit untuk bekerja sama dan bertanggung jawab.
Kemudian masalah kedisiplinan seperti dianggap sebagai siswa yang tidak bertanggung jawab, bisa mendapatkan hukuman dari sekolah. Dampak terakhir yaitu psikologi, mereka merasa stres, cemas, tertekan karena tugas yang menumpuk, dan mengganggu konsentrasi dan motivasi belajar.
Siswa yang ketahuan cabut biasanya guru memberikan hukuman seperti membersihkan halaman sekolah, membersihkan wc, atau berinfak ke masjid. Tetapi bagi siswa yang terlalu sering cabut guru akan memberi skorsing selama beberapa waktu atau pemanggilan orang tua yang disertai surat perjanjian. Surat perjanjian tersebut biasanya berisi sansi yang diterima apabila mereka cabut untuk yang kedua kalinya.
Sansi yang diberikan kepada siswa bertujuan agar siswa jera terhadap perilaku tersebut. Agar mereka tidak mengulangi perbuatan itu. Kemudian saksi juga melatih mereka agar menjadi disiplin dan bertanggung jawab.
Kemudian solusi yang dapat guru berikan seperti membuat lingkungan belajar yang menarik dengan variasi metode pembelajaran dengan bermain game, diskusi kelompok, belajar di luar kelas, atau kunjungan lapangan.
Solusi selanjutnya memperkuat hubungan guru dengan siswa seperti menciptakan suasana kelas yang terbuka dan nyaman untuk bertanya, tunjukkan kepedulian pada siswa baik secara akademik atau personal, mengadakan sosialisasi yang dijelaskan oleh guru bk, menjadi pendengar yang baik bagi siswa.
Berikutnya adalah melakukan konseling belajar bagi siswa yang memiliki kesulitan dalam  belajar, memberi dukungan tambahan bagi siswa yang memiliki masalah di rumah. Lalu adakan parenting orang tua dengan membahas perkembangan siswa dan bekerja sama dengan orang tua untuk mengatasi masalah yang dihadapi oleh siswa.
Kemudian solusi terakhir membuat aturan yang jelas dan mudah dipahami oleh siswa, memberikan konsekuensi yang adil dan konsisten jika aturan tersebut dilanggar.
Meskipun faktor cabut berasal dari lingkungan sekolah ataupun lingkungan rumah keluarga juga harus ikut membantu. Seperti membantu anak menemukan bakat dan minatnya, memberikan pujian dan penghargaan atas prestasi yang diraih.
Kemudian ciptakan suasana di rumah yang terbuka dan nyaman untuk berkomunikasi, mendengarkan masalah anak dan membantu agar masalah tersebut selesai, mendorong siswa untuk melakukan hal-hal yang positif.
Solusi diatas dapat mengurangi cabut pada siswa. Walaupun pada awalnya itu terasa berat. Karena mereka sudah sering melakukannya.