Resistensi Antibakteri di Indonesia: Ancaman Senyap yang Mengintai Kesehatan dan Masa Depan
20 November 2024 09:01Diperbarui: 20 November 2024 09:326840
Masalah resistensi antibakteri telah menjadi salah satu ancaman serius di bidang kesehatan global, termasuk di Indonesia. Resistensi antibakteri atau antimicrobial resistance (AMR) terjadi ketika antibakteri penyebab infeksi menjadi kebal terhadap antibiotik yang sebelumnya efektif. Akibatnya, pengobatan penyakit infeksi menjadi semakin sulit, mahal, dan dalam beberapa kasus, tidak lagi berhasil. Di Indonesia, masalah ini terus berkembang, dipicu oleh penggunaan antibiotik yang tidak terawasi, kurangnya kesadaran masyarakat, dan lemahnya pengawasan regulasi menyebabkan obat-obatan sangat mudah didapatkan. Â
Faktor Penyebab Tingginya Kasus Resistensi Antibakteri di Indonesia
Salah satu penyebab utama resistensi antibakteri adalah penggunaan antibiotik yang berlebihan atau tidak sesuai resep. Di Indonesia, antibiotik masih dapat dengan mudah diperoleh tanpa resep dokter, kebiasaan ini dapat mempercepat proses resistensi. Selain itu, penggunaan antibiotik dalam sektor peternakan untuk meningkatkan pertumbuhan hewan ternak turut berkontribusi pada penyebaran resistensi ini. Â Lima jenis antibakteri yang berkontribusi besar terhadap angka kematian dan masalah resistensi di Indonesia adalah Escherichia coli (26.900), Klebsiella pneumoniae (19.600), Acinetobacter baumannii (18.600), Staphylococcus aureus (13.800), dan Streptococcus pneumoniae (12.200).Â
Keterbatasan dalam pengawasan dan regulasi juga memperburuk situasi. Banyak institusi kesehatan di Indonesia masih belum menerapkan program pengendalian antibiotik secara efektif. Ditambah dengan kesadaran masyarakat akan berbahayanya penggunaan antibiotik masih tergolong minim.Â
Dampak dari Resistensi Antibakteri
Dampak resistensi antibakteri dapat berakar ke berbagai hal dan pada umumnya berbahaya. Dalam bidang kesehatan, infeksi antibakteri yang resistan menyebabkan perpanjangan waktu rawat inap, meningkatnya angka kematian, dan biaya pengobatan yang jauh lebih mahal. Hal ini ditunjukan oleh studi Berdasarkan data tahun 2019, Indonesia mencatat 34.500 kematian langsung akibat AMR, sementara 133.800 kematian terkait dengan masalah ini. Jumlah tersebut bahkan melebihi kematian akibat penyakit pencernaan, infeksi pernapasan, dan tuberkulosis. Pada sektor ekonomi, resistensi ini berdampak pada produktivitas masyarakat akibat peningkatan angka sakit dan kematian dini. Secara global, resistensi antibakteri diperkirakan dapat menyebabkan 10 juta kematian setiap tahun pada tahun 2050 jika tidak ada tindakan nyata untuk mengatasinya. Â
Langkah Mengurangi Kasus Resistensi Antibakteri di Indonesia
Untuk mengatasi masalah ini, diperlukan kolaborasi antara pemerintah, tenaga kesehatan, industri, dan masyarakat. Beberapa langkah yang dapat diambil meliputi: Â
1. Pengendalian penggunaan antibiotik
2. Penerapan program dalam memaksimalkan penggunaan antibiotik secara efektif
3. Peningkatan edukasi dan kesadaran publik
4. Penelitian dan inovasi
5. Pengawasan di sektor peternakan dan lingkungan
Oleh karena itu, resistensi antibakteri adalah ancaman yang harus dainggap serius sehingga memerlukan perhatian mendesak, terutama di Indonesia, dimana tantangannya diperparah oleh rendahnya kesadaran masyarakat dan lemahnya regulasi. Dengan campur tangan dari pemerintah dalam melakukan pengawasan serta melakukan pengajaran penggunaannya dan inisiatif yang kuat dari berbagai pihak, masalah ini dapat diredakan sebelum dampaknya semakin meningkat.Â
Jixie mencari berita yang dekat dengan preferensi dan pilihan Anda. Kumpulan berita tersebut disajikan sebagai berita pilihan yang lebih sesuai dengan minat Anda.