Dia memelintirku dengan sangat kuat. Gagal. Aku bertahan dan meliuk mencoba berputar arah agar tak dipelintirnya. Napasku tersengal-sengal merasakan sakit yang luar biasa hebatnya. Kucoba bertahan, tapi aku tak mampu menghindari kedua tangannya yang kembali  berupaya memelintirku. Kali ini aku melolong mencari pertolongan kepada yang tadi melempar senyum di balik pagar besi. Tatapannya tajam seakan berupaya menolongku. Tapi apa daya, dia terkurung di antara dahan dan pagar besi rumah majikannya. Tinggallah aku sendiri berjuang menyelamatkan diri dari kedua tangan ibu berkebaya pink.  Dan berhasil dia memelintirku dengan kedua tangannya. Lalu, dia berlalu dengan kuda besi hitamnya. Aku dibawanya entah kemana dan diletakkan di atas pangkuannya serta diabadikan dalam sebuah lensa hitam yang menyorotiku. "Buat sahabatku," gumamnya.