Seperti lidi-lidi yang menyatu dalam genggaman ibu, kami satukan segala panca indra di pusat dada sebagai ibu dari segala rasa yang kerap mengajak mendusta, mencela, menista, dan juga loba. lalu, menyapulah ibu di halaman tak begitu luas dipenuhi dedaun dan reranting kering sebagaimana menyatunya segala rasa dari jejak-jejak karat dan dosa di beranda dada kami. sebagaimana dedaun dan reranting kering di halaman ibu, mungkin telah mengering pula jejak-jejak karat dan dosa di beranda dada kami hingga kami harus menguras segala daya menguras segala air mata kami untuk menyapunya. perlahan-lahan dedaun dan reranting kering itu pun menghilang dari halaman oleh sentuhan tangan lembut ibu sebagaimana perlahan-lahan menghilangnya jejak-jejak karat dan dosa di beranda dada oleh tumpahnya air mata kami. namun teriknya mentari dan kesiur angin membuat halaman ibu sedikit demi sedikit dipenuhi dedaun dan reranting kering kembali sebagaimana teriknya benak dan kesiur hawa kami menjerat kami dalam goda dan noda kembali. Ibu, sungguh kami selalu ingin selembut dan sesabar engaku dalam menjaga dan menyapu beranda dada kami, selembut dan sesabar engkau dalam menjaga dan menyapu halaman. Semarang, Juni 2011
KEMBALI KE ARTIKEL