Tubuhmu kaku berselimut dingin kabut malam
Tak sedikitpun kau menoleh atau beranjak dari tempatmu berdiri
Setiamu tegar kukuh tak mempan oleh bujuk dan rayu
Meski panas atau hujan, terik atau dingin baktimu apik terbukti
Kau melihatku ketika kutemui seseorang itu dalam samar gulita
Kau mendengar segala kata yang meluncur berpentalan dari bibirnya
Kau melihat ketika mataku bertabrakan dan memercikan api yang tak pernah aku mengerti
Kau menyaksikan ketika dalam gelap pesona matanya memancarkan keteduhan awan
Kau menyaksikan semuanya
Kini aku telah tanpa daya dalam perjalanan yang berliku, bagai ular menahan ngilu kesakitan
Terik matahari dan gelontor hujan tak hendak mengubur kenangan
Waktu yang kuhabiskan dan kepedihan yang tercecer disepanjang tikungan jalan
Tak mampu memupus rindu yang selama ini bersarang menjadi beban
Meski sudah kukatakan padamu bahwa cintaku telah amat sangat lama kulemparkan ke bulan
Tak akan ada lagi harapan
Jika engkau masih ditempat itu, simpanlah puisi ini dan tuliskan sebagai prasasti
Katakan pada siapa saja bahwa aku masih mencintai seseorang itu
Seseorang, yang matanya menyimpan gunung, yang sungguh sulit ku daki
Seseorang, yang membuatku tenggelam dalam doa rindu khusyuk yang mendiam
Seseorang, yang entah Tuhan kirimkan kepadaku atau tidak- aku tak peduli
Seseorang, yang membuatku ingin pergi ke bulan, menjemput apa yang telah aku buang
Namun, aku ingin mengatakan padamu
Sebagaimana misteri, biarlah ia tetap menjadi misteri
Yang terpecahkan entah kapan
Sampai waktunya tiba,
Mungkin.
Hidup tak selamanya harus sesuai keinginan
Kau pasti ingat kalimat ini,
Yang pernah aku pahat di bongkahan batumu, dengan jariku di puncakmu sehari-semalam
Aku ingin menyambangimu dan berdiri tegak bersamamu ditempat itu lagi
Agar dapat kulihat lagi ketenangannya
Atau ku dengar suaranya
Atau kulihat keteduhan matanya
Atau aku cukup bertanya saja kepadamu meski aku tahu kau akan tetap membisu
Cukuplah kau menjadi saksiku,
Wahai Gunung Semeru ....