Mohon tunggu...
KOMENTAR
Cerpen

When Loving You is Wrong, I Don't Wanna Be Right

25 Mei 2013   15:52 Diperbarui: 24 Juni 2015   13:03 226 0
[caption id="attachment_255835" align="alignnone" width="500" caption="taken from http://favim.com/image/416326/"][/caption]

Di meja itu, kita pernah saling mengumbar rasa untuk saling mencinta.#puisimalam

Sabtu malam kembali datang. Membawa burung camar ke peraduannya. Membangkitkan gairah anak remaja yang baru mengenal cinta. Meramaikan tiap sudut keriuhan kota dengan hingar bingar yang enggan member celah untuk lara. Membawa saya kembali ke bar, menuju sebuah meja di samping jendela ditemani dengan segelas mojito dan setumpuk rindu untuk dia.

Kata orang cinta itu ada karena terbiasa bersama. Terbiasa menghabiskan hari dengan kegiatan yang sama. terbiasa melewati jalan yang sama sambil mata saling melirik manja. Terbiasa melihat bintang yang paling bersinar dari mata yang tak henti saling memuja. Bukan hanya mengenal dalam hitungan jam yang berlalu bagai angin yang berhembus cepat. Bukan dengan kesadaran yang menipis setelah tenggelam dalam pelukan mabuk nan erat. Bukan melalui ciuman-ciuman hangat di bawah lampu disko yang meremang pekat.

Semua berawal dari meja di samping jendela yang kala itu sedikit terbuka. Di atas meja ada beberapa gelas alkohol dan puntung rokok yang entah mengapa bisa begitu setia menemani saya menghabiskan malam dan membuang semua benci untuk kisah yang lama. Malam itu, tamu di bar semakin ramai. Suara musik semakin menekan gendang telinga. Asap rokok semakin sering melewati hidung dan mulut saya.

Lalu dia datang begitu saja saat mata sudah memerah karena mabuk yang mulai merekah. Menawarkan senyum manis dan kata yang tak berhenti membuat tawa menjadi semakin renyah. Membawa hati untuk berani mengajak pergi menuju tempat yang lebih meriah. Menghabiskan malam tanpa jeda dengan ciuman yang erat dan basah.

Beberapa orang bilang ini terlalu cepat untuk berbicara tentang rasa. Buat mereka cinta tidak akan datang tiba-tiba, butuh waktu yang cukup lama untuk membuat rasa itu ada. Butuh beberapa purnama untuk mengundang suka menjadi rasa sayang yang memeluk kencang. Butuh beberapa kali kencan agar bisa percaya dengan dia yang datang membawa segepok rindu yang manis.

Tapi, siapa yang peduli dengan waktu kalau memang pelukannya sudah cukup menghangatkan? Siapa yang peduli dengan waktu kalau memang sorot matanya sudah cukup memancarkan kerinduan? Siapa yang peduli dengan waktu kalau kata-katanya sudah cukup menjawab semua keraguan? Siapa yang peduli dengan waktu kalau setiap kecupannya sudah cukup meninggalkan kenangan yang susah hilang?

Biar saja mereka bilang saya bodoh. Biar saja mereka bilang saya terlalu mudah percaya. Biar saja mereka bilang ini hanya nafsu semata. Biar saja mereka bilang kalau saya hanya menjadi mainannya saja.

Saya tahu semua akan baik-baik saja, meski kita tak butuh waktu lama untuk saling mencinta. Saya tahu semua akan baik-baik saja, meski saya tidak tau banyak dengan masa lalunya. Saya tahu semua akan baik-baik saja, meski kini jarak menjadi penghalang diantara pertemuan kami. Saya tahu semua akan baik-baik saja, meski pertemuan selanjutnya mungkin masih terlalu lama.

Di meja ini, kita pernah saling membagi segelas mojito yang memabukkan. Di meja ini, kita pernah mencoba tidak peduli dengan keriuhan yang ada. Di meja ini, kita pernah mengumbar rasa untuk saling mencinta. Malam ini, di meja ini jugalah saya membagi rindu dan kenangan yang tak mau hilang tentang kamu dan satu keinginan untuk bisa bertemu dan membagi rindu yang sudah begitu terlalu.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun