Kedudukan Mahkamah Konstitusi adalah memegang kekuasaan negara yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan menciptakan keadilan berdasarkan Pancasila sebagai ideologi negara, demi terselenggaranya Negara Hukum Republik Indonesia.
Mahkamah Konstitusi memiliki kewenangan mengadili pada tingkat pertama dan terakhir. Keputusannya bersifat final dan mengikat. Mahkamah Konstitusi memiliki 4 kewenangan yaitu Menguji undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Memutus Sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Memutus pembubaran partai politik, Memutus perselisihan tentang hasil pemilihan umum, dan Memutus perselisihan hasil pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota selama belum terbentuk peradilan khusus.
Selain itu, Mahkamah Konstitusi memiliki 1 kewajiban yaitu memberikan putusan atas pendapat DPR bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden diduga melakukan pelanggaran (impeachment).
Merujuk pada hal di atas, Mahkamah Konstitusi memiliki otoritas yang kuat sehingga untuk menangani sebuah sengketa dilaksanakan sidang sengketa untuk mendengarkan permohonan pemohon dan juga tanggapan termohon serta pendapat dari pihak-pihak terkait didalamnya.
Tak heran, sengketa Pilpres 2019, Mahkamah Konstitusi memberikan kesempatan kepada pemohon untuk menambah dan melengkapi bukti-bukti yang mendukung dugaan kecurangan. Selain itu, Pemohon serta pihak terkait diberikan kesempatan untuk menanggapi gugatan dengan dalil-dalil yang didukung dengan segala bentuk bukti.
Benar bahwa, Pemohon dan termohon melakukan apa yang diminta oleh Mahkamah Konstitusi sehingga sidang sengketa Pilpres sudah menceritakan tentang segala sesuatu yang terkait dengan dugaan kecurangan dan sebagainya.
Jika kita mencermati dalil-dalil yang diajukan oleh kubu Prabowo-Sandi, terlihat bahwa dalil-dalil ini sangat banyak dan beragam. Namun, dalil tanpa bukti hanyalah sebuah halusinasi.
Untuk itu, bukti-bukti dikumpulkan oleh Tim Kuasa Hukum Prabowo-Sandi dengan harapan dalil-dalil yang diajukan memiliki kekuatan dan dasar hukum sehingga permohonan diskualifikasi ataupun pemungutan suara ulang dapat dikabulkan oleh Mahkamah Konstitusi.
Sebagai termohon, KPU mengumpulkan bukti-bukti sebagai dasar hukum untuk membantah dalil-dalil tuduhan oleh pemohon dengan tujuan Mahkamah Konstitusi menolak permohonan pemohon.
Pihak terkait Bawaslu dan Tim Kuasa Hukum Jokowi-Ma'aruf pun demikian, dalil-dalil sanggahan dikemukakan dengan bukti-bukti dan saksi dengan tujuan permohonan pemohon ditolak oleh MK.
Disinilah kita membutuhkan Mahkamah Konstitusi sebagai hakim tertinggi yang menilai dan memutuskan apakah benar atau tidak dalil-dalil yang diajukan pemohon.
Maka buktilah yang menjadi dasar hukum untuk memutuskan benar atau tidak sebuah masalah. Satu persatu dalil dari termohon dikaji dengan mengidentifikasi berbagai bukti dipertimbangkan dengan dalil dan bukti dari termohon serta pihak terkait untuk pengambilan keputusan bahwa dalil-dalil ditolak, dikesampingkan atau diterima.
Inilah yang terjadi dalam sidang keputusan sengketa oleh Mahkamah Konstitusi. Walaupun sidang yang dilakukan terbilang cukup lama, menarik untuk dicermati karena dalil perdalil diidentifikasi dan dipertimbangkan secara matang dan logis secara hukum.