Mohon tunggu...
KOMENTAR
Cerpen

Nok, Pulanglah

13 Juni 2020   13:21 Diperbarui: 13 Juni 2020   13:18 90 2

Tidak. Kurasa Tuhan tak sekejam itu, bahkan Dia selalu memberiku peringatan, namun tak pernahku hiraukan. Sekarang aku merasa ini semua keburukan yang teramat besar.

Aku terjerumus dalam kubangan hitam dan sekarang hanya bisa terdiam, bahkan ketika aku ingin mencoba keluar. Hati dan perasaanku tertawa geli, mencemooh diriku sendiri.

"Manusia sepertimu hanya memalukan keluarga ...." seperti itulah, membuatku terpenjara oleh prasangka diriku sendiri.

Bayi yang ada di dalam perutku tak bersalah, ia adalah titipan dari-Nya. Meskipun ayahnya tak mengakui. Semua salahku, yang mau disentu oleh lelaki itu. Aku menerima ejek dari semua orang. Bahkan mereka tak segan menamakanku, garangan.

Aku tak begitu tahu apa itu garangan, namun aku mendengar kata orang. Bahwa garangan itu; seseorang yang suka berganti-ganti pasangan. Sedangkan aku hanya dengan Mas Baim, bahkan aku tidak berbuat diluar batas dengan orang lain. Aku berbuat hanya dengannya, tapi ia memfitnahku dengan begitu kejinya.

"Maafkan ibu nak, jika kelak kamu terlahir kedunia dan dipandang renda. Yakinlah, ibu tak seperti itu ...." tanganku mengelus perut yang sedikit buncit.

Aku tahu perut ini akan membesar, tapi aku tak bisa pulang begitu saja. Semua orang tahu, seluruh dunia tahu aku adalah wanita murah. Mereka menghakimi seperti itu tanpa mengetahui segalanya. Seharusnya mereka bertanya padaku, bagaimana yang terjadi. Bukan langsung memberi cap, bahwa aku adalah wanita pelakor dan tak tahu diri.

Uangku habis. Iya, habis untuk membeli kebutuhan Mas Baim, tak sedikit juga ia meminta uang padaku untuk memberi anaknya. Karena ia mengngaku, bahwa dia adalah duda.

Iya benar tebakanmu ... aku percaya begitu saja. Karena aku sudah dibutakan oleh cinta, bahkan aku rela menyerahkan hidupku untuknya. Tubuhku benar-benar sudah tercabik-cabik olehnya, bahkan ia selalu meminta hampir setiap aku libur. Dia selalu mengajakku masuk dalam hotel di daerah Tsim Sha Tsui, dan aku hanya mengikutinya.

Semua orang tahu, bahkan seluruh keluargaku tahu. Tak sedikit mereka memaki, namun tidak dengan orangtuaku. Aku lihat mereka dalam siaran, menangis. Sungguh, aku anak yang tak berguna, hanya bisa membuat mereka malu.

"Pulanglah nok, apa pun yang terjadi. Meskipun mereka membencimu. Jangan kamu gugurkan anak itu, dia tak bersalah, pulanglah ...."

Tangisanku pecah, aku merasa malu. Meskipun banyak yang menghujat, tapi tak sedikit pula mereka, temanku memberi semangat meskipun aku tak tahu perasaan mereka terhadapku.

"Sabar, Lin. Semua sudah terjadi, dan tersebar luas ke mana-mana. Bagaimana semua orang tahu, kamu hamil?"

Aku hanya diam, mencoba menghela napas panjang dan coba perlahan memberi tahu asal muasalnya masalah ini sampai ke media sosial.

"Saat aku memeriksakan kandunganku, di sana ada Caca yang tengah mengantar temannya, dan kau pun tahu, Ri. Caca mencintai Mas Baim, ketika dia tahu aku hamil, dia pun membuat sebuat pernyataan yang menyudutkanku dan di situlah asal muasalnya, tersebar bahwa aku hamil dengan suami orang ...."

Rita memeluk dan ia mengusap pundakku, "Sabar ya , Lin. Aku tahu ini sangat berat untukmu ...."

"Aku tidak apa-apa kok, Ri. Cuma, aku tak tahu bagaimana menghadapi keluargaku ...."

Aku pun berpamitan dengan Rita, dan kembali ke rumah bosku. Jalanan begitu lenggang, karena sekarang waktu orang Hong kong masuk kerja. Aku menggeret troli yang berisi penuh dengan belanjaan, bosku tidak tahu. Jika aku hamil dua bulan, untung saja kehamilanku tak merasakan mual-mual atau semacamnya. Hanya saja, terkadang kantuk tak tertahan, selalu ingin tidur.

Mas Baim memblokir semua media sosialku termasuk whatsapp, di facebook banyak yang bertanya tentang kebenaran kehamilanku. Namun, aku tak menjawabnya dan tak pernah membuka facebook lagi. Aku menghilang bagaikan di telan bumi, dan bersembunyi layaknya kura-kura yang takut akan keramaian.

Aku tahu ibu dan adik-adikku, selalu menghubungiku. Namun, aku tak mengangkat telepon dan tak membalas pesan singkatnya.
"Maafkan aku, bu. Aku tak ingin membuatmu malu dan aku berjanji akan membesarkan anak ini sendiri ...."

Hari bertambah hari, bulan bertambah bulan. Aku sudah bertemu dengan Mas Baim, dan meminta untuk bertanggung jawab. Tapi, yang aku dapat hanyalah cacian. Dan ia melemparkan uang berupa dolar diwajahku, entah dia anggap aku ini apa. Mungkin dia pikir aku ini pelacur? Sungguh hatinya terbuat dari apa, ia senang berbuat, tapi tak ingin bertanggung jawab.

"Tak perlu kamu cari aku lagi, kupikir uang ini cukup untuk menggugurkan anak dalam kandunganmu itu ...."

Sekejam itukah? Apa dia tak punya rasa iba dan kasian. Anak yang tak bersalah ini ingin ia bunuh dan memintaku untuk menggugurkannya. Aku tak akan mengikuti sacara sadisnya.

"Kamu manusia atau setan? Kamu ingin membunuh darah dagingmu sendiri? Aku tak akan mengikuti caramu, dan aku akan membesarkannya ...."

"Baiklah, tapi ingat aku tak ingin menganggapnya anakku. Dan jangan pernah mencariku lagi, pelacur ...."

Hatiku hancur, seakan pundakku memikul beban berat. Aku lunglai begitu saja luruh tertunduk, ketika ia meninggalkanku dengan uang yang ada di amplop kuning.

Selama ini dia menganggapku seorang pelacur, sedikitpun ia tak menghargai apa yang telah aku berikan segalanya. Langit Hong kong seketika gelap gulita, awan hitam mengelilingi dan hujan pun turun perlahan membasai pejalan kaki.

Aku masih belum beranjat dari tempatku, banyak orang melihat dan tak sedikit orang Indonesia menanyakanku. Tapi aku hanya diam, perutku kini sudah membesar. Bahkan wajahku pun berubah melar, seperti balon.

*****

Usia kehamilanku sudah hampir tujuh bulan, dan baru kali ini aku membalas pesan singkat orangtuaku dan meneleponnya.

"Bu maafkan aku," lirihku terisak.

Aku pun mendengar ibuku menangis terisak, sungguh tak kuat untuk mengatakan apa pun. Aku merasa ini sangatlah berat untukku ungkapkan, bahkan kisahku sudah di updet di media mana pun. Ini membuat malu keluargaku, dan keluarga Mas Baim hanya menyalahkanku, bahwa diriku adalah pelakor yang tak tahu malu.

Sedangkan aku sendiri tak tahu, jika ia sudah beristri. Karena ia mengatakan duda, aku percaya dengan pengakuannya. Ketika aku melihat facebook-nya pun tak ada foto perempuan, atau foto seorang anak. Semuanya hanya foto Mas Baim.

"Aku sudah memaafkanmu, nok. Pulanglah, kasian bayimu, tak perlu malu. Semua sudah terjadi, dan kita harus menerimanya meskipun, ibu tahu sangatlah berat untukmu ...."

"Aku sudah memalukan nama keluarga, sungguh Bu. Aku tidak tahu bahwa dia sudah beristri, bahkan dia bilang bahwa ia duda ...." kataku untuk menegaskan.

"Sudahlah nok, kamu jelaskan apa pun. Mereka tidak percaya dengan pernyataanmu itu, sekarang kamu segeralah pulang ...."

Aku harus siap dengan segala resikonya, ini hak mereka untuk membenci atau menyukaiku. Benar kata ibu, mereka tidak akan pernah percaya dengan penjelasanku, sedangkan kabar tentangku pelakor sudah tersebar dimana-mana. Mau, tak mau aku harus menerimanya dan aku berjanji akan merubah. Biarkan ini akan menjadi pelajaran hidupku, agar aku tak mengulangi lagi kejadian kelam ini.

"Baiklah Bu, aku pulang ...."

Terima kasih bu, atas segalanya. Meskipun diriku sudah membuatmu malu, namun kau tetap merangkul dan melindungiku. Seharusnya aku mendengarkan apa katanya, dan sekarang aku menyesali segala sesuat yang pernah kubuat. Bahkan aku tak sedikit membuatnya sedih dan menjatuhkan air matanya. 

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun