Keinganan Jokowi untuk maju sebagai Presiden juga dapat dilihat dari pola komunikasi politiknya, baik langsung ataupun lewat media massa. Sejumlah media massa menurunkan pemberitaan tentang perubahan jawaban Jokowi saat ditanya soal Pencapresan. Anehnya, setiap muncul hasil survei yang menempatkan Jokowi pada posisi teratas, setiap kali itu juga Jokowi berkomentar.
“Ya jelas nomor satu,” kata Jokowi. Seolah – olah mengetahui persis kegiatan survei tersebut dari proses awal sampai hasilnya.
Di awal – awal kepemimpinannya di Pemprov DKI, Jokowi selalu menampik pertanyaan wartawan perihal pencapresannya dengan jawaban, “ Saya nggak mikir. Toh baru 4 bulan bekerja. Saya mau fokus menyelesaikan banjir, menyelesaikan macet, rusun, monorail, MRT, ini mau saya selesaikan,” kata Jokowi.
Namun seiringan berjalannya waktu, jawaban Jokowi berubah, berkembang, bermetamorfosis. Sebenarnya pola komunikasi politik Jokowi ini sama seperti saat ia masih menjabat wali kota Solo dan ingin maju sebagai Gubernur DKI Jakarta. Plin – plan, malu – malu tetapi ngotot.
Jawaban Jokowi yang paling memperlihatkan keinginan besarnya tersebut adalah; “ Tanyakan ke Ibu Mega untuk menentukan. Itu mandatnya diberikan kepada Ibu Mega untuk menentukan (Capres),” kata Jokowi dalam satu kesempatan.
Keinginan Jokowi maju sebagai RI terkesan sangat memaksakan diri. Pasalnya, Jokowi masih terikat sumpah jabatan selama lima tahun untuk membangun DKI Jakarta. Jika tetap maju dalam Pilpres tahun ini, maka tak ada yang istemewa dengannya. Sama saja dengan politikus yang menggilai kekuasaan tanpa memiliki prestasi apapun.