Coba deh kita lihat lebih kedalam lagi, banyak juga contoh legendaris yg justru termasyhur dan sukses karena termotivasi oleh cinta. Mereka mampu bangkit dari kondisi biasa menjadi luar biasa, dari hina menjadi mulia, from zero to hero deh pokoknya, itu semua karena kedahsyatan cinta. Tengok pula para syuhada yang gugur di medan perang demi cinta sejatinya pada Rabbnya, meski pun ekspresi luarnya yang nampak adalah cinta terhadap sesama, tanah air juga bangsa.
Nabi Muhammad SAW, beliau termasuk salah satu sosok yang begitu cinta kepada Rabb-nya juga umatnya. Karena cintanya itu, tak dihiraukannya lemparan batu, tusukan pedang, caci maki orang. Bahkan ketika menahan sakit saat sakarotul maut pun masih memikirkan umatnya. Karena cintanya, beliau berhasil mengangkat peradaban 1400 tahun lamanya, bahkan beberapa dekade yang lalu seorang sejarawan dan ilmuwan AstroFisika AS bernama Michael H.Hart pernah menerbitkan buku berjudul The 100 : A Ranking of the Most Influential Person in History, menetapkan Rasulullah SAW pada peringkat pertama.
Nah, kini coba kita lihat lebih dekat hakikat cinta itu. Cinta dalam bahasa arab adalah ''habba-yuhibbu-mahabbah'', adalah fitroh yang telah di ilhamkan oleh Sang Khaliq kepada makhluk yang namanya manusia berupa sebuah rasa kecenderungan yang luar biasa kepada segala.
Sementara fitroh itu dapat berupa kecenderungan yang mengarah pada hal-hal yang bersifat lahiriyah/duniawi yang disebut ''fitroh nafsiyah'' (syahwat) dan kecenderungan terhadap sesuatu yang bersifat ruhiyah/ukhrowi (fitroh ruhiyah). Jika kecenderungan ini sangat kuat maka jadilah yang namanya cinta(mahabbah).
Baik fitroh nafsiyah maupun ruhiyah, masing masing memiliki potensi yang sama untuk berkembang dan mempengaruhi hidupnya. Jika yang berkembang pesat adalah fitroh nafsiyah maka akan timbul kecintaan yang luar biasa pada syahwat, dunia atau segala sesuatu yang bersifat materi, maka di sebutlah ''hubbuddunya'' (kecintaan yang berlebihan pada dunia). Rasululloh SAW pernah mengingatkan dalam HR. Abu Dawud bahwa kelak akan datang suatu masa yang ketika itu ummat muslim akan menjadi bulan-bulanan orang-orang yang memusuhinya, bukan karena jumlahnya yang sedikit (bahkan justru banyak), tapi karena mereka telah terjangkit penyakit ''Al-Wahn'' yakni ''hubbuddunya wakarohiyatul maut''(mencintai dunia secara berlebihan dan takut mati).
Tapi, jika yang lebih berkembang dalam diri kita adalah fitroh ruhiyah maka yang timbul adalah kecintaan yang luar biasa kepada Rabbnya dan akan mencintai siapa saja yang mencintai Rabbnya, bahkan melebihi cintanya kepada diri sendiri. Kecintaan inilah yang akan mengantarkan manusia ke derajat mahabbah yang hakiki dan kedudukan yang mulia disisi Alloh SWT karena keimanannya yang telah mencapai nilai sempurna.
Kecintaan pada syahwat adalah fitroh yang dianugerahkan oleh Sang Khaliq yang tak mungkin dapat di hilangkan. Karena justru saat syahwat itu hilang, maka manusia tak lagi dapat dianggap manusia, disebabkan oleh hilangnya unsur alamiah manusia yang namanya syahwat tadi. Hanya saja, keberadaanya yang mesti di kelola dengan baik dan proporsional agar harkat dan martabat hidup manusia itu sendiri menjadi lebih baik.
Tanpa adanya fitroh nafsiyyah, barangkali manusia saat ini masih primitif dan tak berkembang. Kemana pun masih mengendarai unta/kuda, kalau masak masih pakai kayu, pakaian juga masih pakai kulit binatang atau pelepah pohon, dsb. Maka dengan adanya fitroh nafsiyyah ini teknologi mampu berkembang, kesejahteraan hidup juga meningkat. Dan bukankah kita lahir ke dunia ini juga lantaran adanya syahwat dari kedua orang tua kita?
Alloh SWT menjelaskan kedudukan syahwat sebagai bagian dari fitroh itu, dalam firman-Nya : ''Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apa-apa yang diingini, yaitu: wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak, sawah dan ladang. Itulah kesenangan hidup, dan disisi Alloh-lah tempat kembali yang baik (surga)'' (QS Ali 'Imron:14).
Adanya fitroh nafsiyah ini haruslah dikendalikan, dibimbing sesuai dengan kehendak Sang Kholiq. Karena jika tidak, maka sisi buruk dari perkembangan teknologi dan peradaban tak dapat dielakan. Seperti adanya internet yang menjadi ajang transaksi kemaksiatan seperti human trafficking dan prostitusi yang begitu marak dipasarkan melalui dunia maya, teknologi digunakan untuk saling membunuh manusia satu sama lain dsb. Alhasil manusia akan terpuruk kembali ke zaman jahiliyah, siapa kuat dia menang. Oleh karena itu, Alloh SWT memberikan panduan berupa nilai-nilai yang agung berupa agamasebagai fitroh ruhiyah manusia yang berfungsi sebagai balancing part dalam kehidupan ini. Sebab tanpa bimbingan berupa petunjuk tadi maka fitroh nafsiyah akan menjerumuskan yang punya ke dalam kesesatan yang nyata.
Allah SWT berfirman : ''...Dan siapakah yang lebih sesat daripada orang yang mengikuti hawa nafsunya dengan tidak mendapat petunjuk dari Alloh sedikit pun. Sesungguhnya Alloh tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang zalim'' (QS Al Qashash:8).
Nah, sudah jelas kan bahwa salah satu bentuk pengendalian fitroh nafsiyah itu adalah dengan menggunakannya pada posisi yang di perbolehkan yakni berada dibawah fitroh ruhiyah, artinya prioritad penggunaan fitroh nafsiyah itu haruss berada di bawah fitroh ruhiyah.
Alloh SWT telah memberikan petunjuk bagaimana meletakkan fitroh nafsiyah supaya sesuai dengan fitroh ruhiyah tersebut dalam firmanNya: ''Katakanlah: ''jika bapa-bapa, anak-anak, saudara-saudara, isteri-isteri, kaum keluargamu, harta kekayaan yang kamu usahakan, perniagaan yang kamu khawatirkan kerugiannya, dan tempat tinggal yang kamu sukai, adalah lebih kamu cintai dari Alloh SWT dan Rasul-Nya dan dari berjihad di jalanNya, maka tunggulah sampai Alloh SWT mendatangkan keputusanNya.'' Dan Alloh SWT tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang fasik.'' (QS Attaubah:24).
Banyak ironi terjadi di masyarakat, mereka melakukan dan menghalalkan berbagai cara demi mewujudkan keinginannya (lebih tepatnya keinginan hawa nafsunya) tak kenal kawan atau lawan dengan dalih, ''Tak ada manusia yang sempurna, tak ada manusia yang bersih dari dosa''. Jika demikian rusak dan hilanglah nilai-nilai kemanusiaan tak ubahnya binatang. Jistru karena tak ada satu pun manusia yang bersih dari dosa, karena sifat alamiyah untuk mengikuti nafsu syahwatnya yang tak mungkin hilang begitu saja, maka Alloh SWT sang sutradara alam semesta membimbing manusia untuk dapat menggunakan fitrohnya secara benar dan proposional tak lain dan tak bukan hanyalah untuk mengatur agar manusia menjadi beradab dan untuk memanusiakan manusia. Agar manusia sadar dengan posisinya sebagai manusia, bukan malaikat yang bersih dari dosa, bukan pula syetan yang senang berlumuran dosa. Wallahu a'lamu bish-shawab.
Moga cinta kepada Alloh SWT memenuhi ruang hati kita, tak berbelah bagi dan hanya untuk Nya..