DJSN adalah lembaga yang berfungsi sebagai perumus kebijakan umum dan sinkronisasi penyelenggaraan SJSN. DJSN berdiri sebagai amanah UU No. 40/2004 Tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) dan UU No. 24/2011 Tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS). DJSN melakukan monitoring dan evaluasi atas pelaksanaan SJSN di Indonesia.
Diskusi ini menghadirkan narasumber Ketua Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN), drg. Agus Suprapto, M. Kes, Direktur Utama BPJS Kesehatan Prof. Ghufron Mukti beserta Direktur Perencanaan Strategis dan Teknologi Informasi BPJS Ketenagakerjaan Pramudya Irawan Buntoro.
Jaminan nasional bagi perlindungan sosial diartikan sebagai segala upaya yang bertujuan untuk mencegah, mengurangi, menangani risiko dan tantangan sepanjang hayat dari adanya guncangan, ketidakpastian, kerentanan sosial yang dihadapi setiap warga negara.
Terdapat enam program jaminan sosial yaitu Jaminan Kesehatan Nasional, Jaminan Kecelakaan Kerja, Jaminan Kematian, Jaminan Hari Tua, Jaminan Pensiun, dan Jaminan Kehilangan Pekerjaan.
Penyelenggaraan sistem jaminan sosial di Indonesia tidak terasa sudah berjalan selama satu dekade atau 10 tahun. Dimulai dari tahun 2014 dengan perubahan PT Askes (Persero) bertransformasi menjadi BPJS Kesehatan dan PT Jamsostek (Persero) menjadi BPJS Ketenagakerjaan.
Perubahan tersebut didasari Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) sebagai wujud dimulainya pelaksanaan Jaminan Sosial Nasional di Indonesia.
Di awal-awal perjalanannya, penyelenggaraan jaminan sosial tertatih-tatih dan terseok-seok, sampai berdarah-darah. Banyak yang meragukan dan penolakan (terutama dari pihak RS swasta). Kini mengalami kemajuan yang amat pesat dan mendapat banyak kepercayaan. Masyarakat dan pemilik layanan kesehatan sama-sama merasakan manfaat dari jaminan sosial tersebut.
Jika dulu ada istilah "orang miskin dilarang sakit", maka dengan sistem jaminan sosial orang miskin pun kini bisa berobat di rumah sakit, separah apapun sakitnya. Semua ditanggung oleh negara melalui program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN).
Dulu, untuk berobat saja harus menjual aset-aset berharga: tanah, sawah, rumah, perhiasaan, kini tidak lagi ditemukan hal demikian. Pengobatan kini menjadi lebih tenang karena tidak dibebani pikiran mengenai biaya berobat. Pasien pun mengalami proses penyembuhan yang lebih cepat.