Sebelumnya, guru tahsin Ustadzah Zahra Faiza menyampaikan pembelajaran tahsin dilakukan secara tatap muka.
"Sabtu pagi insyaa Allah jadwal kita offline. Mohon masing-masing memakai face shield dan masker. Jika setoran, masker dilepas dan tetap memakai face shield. Pastikan hadir dalam kondisi fit dan sehat. Semoga berjalan lancar, sehat-sehat semua. Aamiin yaa Rabbal'aalamiin"
Membaca apa yang disampaikan guru di group, kami, para murid menyambut dengan antusias. Ya tidak beda jauhlah dengan peserta didik di sekolah-sekolah.
Bagaimana tidak antusias, wong selama setahun lebih itu perjumpaan hanya sebatas di online. "Akhirnya, bisa saling bertemu". Begitu tanggapan sebagian besar dari kami.
Terlebih banyak juga yang belum pernah bertemu ustadzah dan "murid" lainnya secara tatap muka. Kalau saya baru sekali, ketika tilawah online selama Ramadhan berakhir, kami para murid (yang berbeda dengan kelas tahsin) bersilaturahmi ke rumahnya yang tidak begitu jauh dari masjid.
Paling saya sering bertemu dengan tetangga depan rumah yang juga belajar tahsin di group yang sama dengan saya. Saya sering menyebutnya tetangga lima langkah. Lima langkah (lebar) saya, lima langkah (lebar) tetangga saya. Jadi, jarak rumah saya dengan rumahnya ya kira-kira 10 langkah (lebar).
Tadi pagi saja, saya ke luar pagar, eh tetangga saya juga ke luar pagar. Padahal, tidak janjian. Jadilah kami berangkat bareng ke masjid yang jaraknya tidak begitu jauh dari rumah kami.