Tidak lupa juga pesan terasi
Jikalau kau sudah besar
Janganlah mudah tersulut emosi
Jalan-jalan di sore hari
Melihat indahnya taman
Kalau kau masak kari
Ajaklah aku makan, teman
Bunga mawar, bunga melati
Harumnya semerbak mewangi
Wahai adinda pujaan hati
Kau indah bagaikan pelangi
Berangkat ke kota naik kereta
Tidak lupa pakai sepatu
Kalau kau sering berdusta
Nanti tidak akan ada yang membantu
Buah salak enak rasanya
Manisnya seperti gula
Wahai tuan dan nyonya
Kalau salah janganlah dibela
Makan nasi pakai tahu
Di taman beralaskan tikar
Kejahatan jangan saling membahu
Karena itu perbuatan mungkar
***
Belum lama ini pantun telah ditetapkan UNESCO sebagai Warisan Budaya Takbenda (WBTB). Tepatnya pada 17 Desember 2020, saat sesi ke-15 Intergovernmental Committee for the Safeguarding of the Intangible Cultural Heritage yang diadakan secara daring, di Kantor Pusat UNESCO, Paris, Prancis.
Saya baru tahu hari ini ketika membaca status Facebook seorang kawan. Wah, berarti telat dua hari. Saya ke mana saja sampai bisa ketinggalan info?
Ternyata, bukan hanya Indonesia yang mengajukan pantun sebagai warisan budaya takbenda kepada Unesco, tetapi juga Malaysia. Setelah diproses berdasarkan bukti-bukti dan data-data, akhirnya Unesco mengakui lantas menetapkan.
Jelas saya bangga, pantun sebagai tradisi budaya diakui Unesco sebagai warisan dunia. Badan PBB ini menilai pantun menekankan keseimbangan dan harmoni hubungan antarmanusia. Pantun akhirnya menjadi bagian sejarah yang akan selalu diingat dunia.
Bagi Indonesia sendiri pantun menjadi tradisi budaya ke-11 yang diakui oleh UNESCO. Sebelumnya Pencak Silat juga ditetapkan sebagai Warisan Budaya Takbenda pada 12 Desember 2019.
Warisan Budaya Takbenda lainnya yang diakui Unesco yaitu keris (2008), pertunjukan wayang (2008), pendidikan dan pelatihan batik (2009), batik (2009), angklung (2010), tari Saman (2011), noken (2012), tari tradisional Bali (2015), dan pinisi (2017).
Sejatinya, pantun bukanlah hal asing bagi masyarakat kita. Pantun pernah juga dipelajari ketika saya SD, SMP, dan SMA. Jadi, sudah akrablah. Generasi sebelum saya pastinya sudah sering mendengarkan mengingat tradisi lisan pantun ini telah hidup lebih dari 500 tahun.
Bagi beberapa adat suku bangsa Indonesia, pantun tidak bisa dipisahkan dari komunikasi sehari-hari. Setiap pantun yang disampaikan selalu ada pesan moral di dalamnya. Jadi, bukan sekedar alat komunikasi sosial.
Pantun memang tidak bisa lepas dari masyarakat Indonesia dan Malaysia. Karenanya, pengakuan Unesco ini semakin menguatkan kedekatan kedua negara serumpun. Terlebih sama-sama memiliki identitas, budaya, dan tradisi melayu.
Jadi, seiring dengan pengakuan Unesco ini, pantun harus dikembangkan dan dikenalkan kepada generasi milenial. Sebab banyak nilai luhur di dalamnya. Dalam setiap pantun, ada petuah-petuah yang dapat membentuk karakter seseorang.
Kalau bisa berpantun menjadi kebiasaan sehari-hari. Kalau perlu dalam setiap kegiatan resmi diisi juga dengan pantun. Bukan hanya oleh masyarakat Melayu, tetapi seluruh masyarakat Indonesia.
Bagi saya, pantun juga melatih kreativitas kita dalam bermain kata. Dan itu artinya mengasah ide kreatif kita. Ada pembuka kata sebelum mengutarakan maksud. Kalau menjadi kebiasaan, pantun bisa membumi.
Kita bisa mencontoh Malaysia dengan seri animasi "Upin-Ipin" dengan karakter Jarjit yang suka berpantun di setiap suasana. Jarjit membuktikan pantun mengasyikkan dan bisa diterapkan pada ragam kondisi.