Mohon tunggu...
KOMENTAR
Pendidikan Pilihan

Lindungi Anak dari Ajakan Aksi Unjuk Rasa

13 Oktober 2020   19:29 Diperbarui: 13 Oktober 2020   19:33 148 3
"Bun, kaka mau main ke rumah Anin," kata anak pertama saya, Putik Cinta Khairunnisa, meminta ijin. Anin adalah teman sekelasnya yang juga sering main ke rumah.

"Mau ngapain?" tanya saya.
"Mau liat demo," jawabnya sambil nyengir.
"Ngapain liat demo, bahaya, nggak usah. Ntar kaka kenapa-napa lagi. Belum waktunya. Kamu itu masih kecil, masih anak-anak," kata saya.

"Ya kan berdua, orang cuma liat doang, kaka juga nggak ngapa-ngapain," katanya.
"Nggak usah kak, yang ada ntar ditangkap polisi kaya Aa Rasyid, ditahan di kantor polisi," kata saya.

Saya tidak tahu, anak saya meminta ijin benar-benar mau lihat aksi demonstrasi atau sekedar iseng bertanya ingin mengetahui reaksi saya? Apakah melarang atau membolehkan?

Dan, Rasyid yang saya sebutkan tadi adalah keponakan saya, yang berarti sepupuan dengan anak saya. Anak sulung abang pertama saya ini, September 2019 lalu sempat ditangkap dan ditahan aparat kepolisian saat terjadi kericuhan demonstrasi mahasiswa yang menolak pengesahan revisi UU Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di depan gedung DPR/MPR.

Keponakan saya ini pelajar STM di kawasan Depok yang ingin melihat situasi demonstrasi lebih dekat. Ia diajak kawan rumahnya. Kebetulan, pas dia sampai di Stasiun Palmerah, saat itu terjadi kericuhan. Meski dia tidak memakai seragam, dia tetap ditangkap.

Padahal, saat santer adanya informasi gerakan aksi mahasiswa yang akan mengepung gedung DPR/MPR, Dinas Pendidikan Kota Depok sudah menginstruksikan kepala sekolah untuk mencegah anak didiknya ikutan demo.

Pihak kepolisian juga sudah melakukan sweeping di sekitar terminal Depok dan sejumlah stasiun kereta untuk menghalau balik para pelajar yang ketahuan akan ke Jakarta. Nah, keponakan saya ini luput dari pengawasan aparat kepolisian.

***

Tadi pagi, ibu wali kelas anak pertama dan anak kedua saya memberikan maklumat yang isinya anak-anak dilarang ke luar rumah.

Assalamualaikum, wr wb
Bpk dan ibu orang tua/wali murid mohon  agar siswa tdk ada yg keluar rumah untuk hari ini, karena info nya akan ada demo kembali

Intruksi Bpk Kepala Sekolah.

Begitu pesan yang dibagikan di group orangtua. Wali kelas pun memberikan tugas sekolah untuk menambah kegiatan belajar para siswa dari rumah. Orangtua diminta kerjasamanya untuk mengawasi anak-anaknya di rumah.

Dan, "ancaman" yang diberikan tidak main-main, pelajar Kota Depok yang kedapatan ikutan aksi unjuk rasa menolak UU Cipta Kerja di Jakarta pada hari ini, Selasa 13 Oktober 2020, akan dikeluarkan dari sekolah.

Pemkot Depok juga sudah berkoordinasi dengan Polres Metro Depok terkait aktivitas pelajar yang terlibat unjuk rasa akan dikenakan sanksi sosial dengan tidak akan dikeluarkannya Surat Keterangan Catatan Kepolisian (SKCK) atas nama pelajar yang bersangkutan.

Jadi ketika ingin membuat SKCK nama pelajar tersebut akan terekam sebagai orang yang pernah melakukan tindak tidak terpuji.

Saya sih setuju dengan adanya sanksi ini agar pelajar jadi jera dan lebih mawas diri. Jangan sampai mereka dimanfaatkan atau diperalat oleh oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab. Terlebih para pelajar ini mudah terhasut dan menjadi obyek ujaran kebencian.

Kejadian tahun lalu atau aksi demontrasi sebelum-sebelumnya harus dijadikan pelajaran. Jangan sampai nyawa anak-anak melayang sia-sia karena terhasut ajakan yang menyesatkan.

***

Saya sendiri menyesalkan adanya pihak yang melibatkan anak-anak (pelajar) dalam aksi unjuk rasa penolakan pengesahan UU Cipta Kerja. Melibatkan pelajar yang masih kategori anak-anak ini berarti melanggar Undang-Undang Perlindungan Anak.

Mengapa saya katakan melanggar karena pengertian anak dalam Undang-undang Perlindungan Anak, tercantum dalam pasal 1 ayat 1, yang berbunyi, "Anak adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan."

Melibatkan anak dalam kegiatan seperti ini jelas tidak dibenarkan oleh undang-undang mengingat dampaknya akan menempatkan anak pada situasi yang rawan dengan konflik yang berpotensi membahayakan keselamatan jiwanya.

Dari kerumunan massa itu, yang saya lihat di layar televisi ada juga sejumlah pelajar sekolah (kejuruan) ikut demo yang kemungkinan besar karena ada yang mengajaknya.

Setidaknya dari hasil pemeriksaan polisi di handphone para pelajar ditemukan pesan berantai dari WhatsApp Group. Pesan tersebut berisi ajakan demo menggugat UU Cipta Kerja

Dalam demonstrasi 7 Oktober itu, sebagaimana diberitakan Polda Metro Jaya telah menahan 66 siswa sekolah berlatar belakang siswa SMP dan SMA. Polisi menemukan simbol-simbol sekolah. Anak-anak sekolah ini turut melakukan perbuatan anarkis seperti melempar batu dan benda-benda lainnya ke arah polisi dan merusak fasilitas umum.

Menurut saya, pelibatan anak dalam kegiatan politik termasuk penyampaian aspirasi politik di jalanan jelas bertentangan dengan Pasal 15 UU Nomor 35 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas UU Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.

Pasal 15 UU 35 Tahun 2014 menyebutkan,
Setiap Anak berhak untuk memperoleh perlindungan dari:
a. penyalahgunaan dalam kegiatan politik;
b. pelibatan dalam sengketa bersenjata;
c. pelibatan dalam kerusuhan sosial;
d. pelibatan dalam peristiwa yang mengandung unsur kekerasan;
e. pelibatan dalam peperangan; dan
f. kejahatan seksual.

Dari bunyi pasal tersebut terlihat jelas kan bahwa melibatkan anak dalam sejumlah kegiatan tersebut bertentangan dengan amanat UU tersebut.

Karenanya, anak-anak ini harus terlindungi, termasuk terlindungi dari beredarnya informasi yang menyesatkan atau informasi yang berisi ujaran kebencian.

Sebagai orangtua, kita harus bisa mengedukasi anak-anak kita untuk tidak ikut terlibat dalam aksi demonstrasi atau aksi politik praktis. Dan sebagai orangtua, kita juga harus menjaga situasi tetap kondusif setidaknya dengan menjaga anak-anak tetap terlindungi.

Terlebih saat ini pandemi Covid-19 masih menghantui kita semua. Penting mengingatkan anak-anak untuk selalu mengikuti protokol kesehatan secara benar. Karena, selain lansia, anak-anak juga rentan tertular virus asal China itu.

Kita harus menjaga anak-anak kita, jangan sampai menjadi korban dari kluster demonstrasi dalam penularan Covid-19 yang berpotensi mengancam kesehatan dan keselamatan dirinya.

Bukan begitu?

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun