Mohon tunggu...
KOMENTAR
Sosbud Artikel Utama

Arisan Sosialita 25 Juta Per Bulan Hanya Demi Sebuah Tas?

16 Januari 2014   09:54 Diperbarui: 24 Juni 2015   02:47 229 0
[caption id="attachment_316493" align="aligncenter" width="400" caption="sumber: www.income.web.id"][/caption]

Pernah suatu waktu, ketika tengah membimbing sekumpulan anak-anak dhu'afa (kurang mampu) di sebuah mushalla dekat kampus, kami kedatangan salah satu donaturnya, seorang ibu muda (perkiraan awal saya) yang sangat cantik, berhijab, dan begitu ramah. Kesan pertama dan seterusnya memang, beliau seorang yang nyaris sempurna (cantik, kaya raya, dan baik hati). Namun kemudian teman sesama pembimbing mengatakan bahwa wanita itu telah memiliki beberapa orang cucu. Keterkejutan saya semakin menjadi ketika tahu bahwa apa yang dikenakannya dari ujung rambut hingga kaki bernilai puluhan juta rupiah? Satu sisi saya kagum akan jiwa sosialnya, di sisi lain saya masygul, ‘Ya Allah, itu nyari uangnya gimana?’ saya mem batin. Beliau hanya seorang ibu rumah tangga dan istri seorang pengusaha.

Ternyata beberapa tahun kemudian saya baru mengetahui jika mereka [para wanita] yang hidup bergelimang harta, gemar berderma dan senang membantu orang lain disebut sebagai kaum sosialita. Tetapi kini, makna sosialita itu telah jauh melenceng, bahwa kegiatan sosial yang dilakukan cenderung mengarah kepada hura-hura. Mungkin kegiatan sosialnya tetap ada, tetapi sepertinya porsinya tidak lebih banyak dari sekedar pamer harta, status sosial, dan image (citra diri).

Fenomena yang berkembang saat ini terkait kegiatan kaum sosialita adalah 'arisan sosialita' dengan beragam kelompok sosial seperti istri-istri pejabat atau para selebritis. Mereka semakin eksis saat ini, di mana gaya hidup hedonis, konsumerisme semakin mengemuka. Ketika beberapa individu berkumpul dalam sebuah komunitas maka nilai-nilai individu dari setiap anggotanya cenderung menghilang tenggelam oleh nilai-nilai kolektif. Bisa saja, seorang anggota arisan sosialita pada mulanya tidak begitu tertarik atau cukup bersahaja namun akhirnya terpengaruh juga karena interaksi yang intens di antara mereka.

Sigmund Freud, bapak psikoanalisis pernah mengemukakan sebuah teori; jika individu berkumpul membentuk massa, mereka akan meninggalkan pola pikir masing-masing dan beralih ke pikiran kolektif. Bahwa sebuah komunitas di mana individu bernaung sedikit atau banyak, cepat atau lambat akan memberikan pengaruh terhadap pola pikir, perilaku, dan sikap anggotanya. Di era modern, teori yang dikemukakan Freud tersebut terjadi juga. Nah, arisan sosialita adalah salah satu contoh sederhana pembentuk pikiran kolektif ini, di mana anggotanya akan begitu dengan mudahnya digiring untuk menerima atau menolak sebuah ide.

Arisan, selama dikelola dan dilakukan dengan takaran yang pas dan wajar tentu memberikan dampak yang positif bagi anggotanya. Dengan arisan, bisa saling berbagi cerita sehingga masalah yang dimiliki anggota dapat terpecahkan, sebagai ajang silaturrahim, refreshing, dan berbagi kebahagiaan dengan sesama anggota arisan yang pastinya merupakan teman dekat. Hal demikian ini tidak lagi ditemukan dalam atmosfir arisan sosialita saat ini. Mereka senang datang ke arisan karena ingin memamerkan perkembangan harta kekayaan yang dimiliki, ingin menjadi pusat perhatian anggota arisan yang lain. Obrolan mereka tak jauh dari barang-barang bermerk. Bayangkan, ketika dengan riangnya seseorang berteriak; "Hei Jeng, kemarin gue ke Paris lho, tahu kan.. itu kota mode dunia! Gue beli baju ini di sana dengan harga murah banget! berapa coba? 10 juta saja, tadinya 15 juta lho, mumpung ada diskon gue ambil deh!" Bagi mereka 10 juta itu seperti membuang uang seribu rupiah saja. Tempat tongkrongannya pun bukan di rumah seperti arisan jaman dulu! Mereka akan berburu tempat yang paling mahal, paling sulit dibook dan happening, bila perlu ke luar negeri dengan booking pesawat untuk satu gank arisan. Semakin mahal, sulit, dan happening tempat tujuan, semakin puas dan bangga. Setelah itu, moment berharga tersebut disebar melalui BBM dan jejaring sosial lainnya.

Mungkin akan muncul rasa bangga ketika seseorang bisa bergabung dengan arisan sosialita semacam itu, bahwa ternyata aku kaya lho, aku diterima di kalangan jetset itu. Tak jarang, demi menaikkan kelas dalam pandangan sesama anggota arisan, seseorang tak ragu merogoh kocek lebih dalam untuk melakukan berbagai hal seperti operasi plastik, belanja sepatu, aksesoris, baju, dan tak lupa ke salon demi sebuah penampilan. Tetapi kemudian, ketika kembali ke rumahnya, ada rasa nelangsa melihat kenyataan bahwa ia tidak sekaya yang lainnya. Ingin mundur gengsi dong. Maka agar tetap diterima dan eksis, berbagai upaya dilakukan demi memperoleh uang,  atau jika mentok mencari  gank arisan sosialita lain  guna mendapatkan gank yang selevel. Sebab biasanya seseorang yang sudah kadung terjebak dalam gank arisan sosialita sulit keluar karena rasa gengsi akan dicemooh sesama anggota bahwa ia sudah tidak tajir lagi. Sungguh memprihatinkan.

Lalu berapa iuran arisan sosialita ini per bulannya? Sungguh fantastis! jutaan bahkan puluhan juta rupiah. Bayangkan saja, ada gank arisan sosialita yang iurannya Rp 25.000.000 per bulan. Iuran itu untuk sebuah rumah atau mobil? bukan! melinkan untuk sebuah tas bermerk yang harganya mencapai setengah milyar! Ya Tuhan, nggak kebayang lagi. Hanya untuk sebuah tas? Miskin banget ya mereka! Hihi.. Memangnya itu tas seperti apa sih? Kok mahal banget sampai harus dibuat arisan segala! Kalaupun tas itu bisa berganti warna dan model sesuka pemiliknya, saya lebih memilih menabung untuk sesuatu yang lebih bermanfaat.

Sebenarnya apa sih yang dicari dari kaum sosialita seperti ini? Jika hidup hanya disandarkan pada materi dan pandangan-pandangan pemujanya, kapan akan terpenuhi dan terpuaskan semua itu? Sampai kapan materi dan status itu akan mampu diraih dan dipertahankan? Sebab, semua akan ada masanya. Gaya hidup sosialita demikian, semakin menimbulkan kesenjangan sosial; individulitas dan hedonitas yang kian meningkat di satu sisi dan rasa empati dan kepekaan sosial yang semakin terkikis di sisi lainnya.

Menjadi orang dengan berkelimpahan harta bukanlah sesuatu yang salah, hanya saja sejauh mana kelimpahan harta itu memberimu kesempatan untuk meningkatkan kualitas hidup orang-orang di sekitarmu. Kaum sosialita seperti inilah yang diharapkan.

Salam pagiiii!

sumber: Arisan Sosialita Modern

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun