kau tahu Pohon itu berdiri sendirian tak ada tempat berpegang kala angin menerpanya kencang kau tahu pohon itu berdiam tanpa rumah ada tempat berteduh kala hujan dan terik datang kau tahu pohon itu hanya berpijak satu tak ada tempat bersandar kala ia dan miring tak imbang tapi kaupun juga tahu pohon bisa jd tempatmu berlindung dan berpegang kala angin menerpamu kencang dan kaupun amat tahu pohon bisa jd tempatmu berteduh saat hujan terik datang menantang dan kau tahu kawan pohon bisa jd tempatmu bersandar kala ragamu lelah dalam tegaknya
*** Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang.
[24] Tidakkah kamu perhatikan bagaimana Allah telah membuat perumpamaan kalimat yang baik seperti pohon yang baik, akarnya teguh dan cabangnya (menjulang) ke langit,
[25] pohon itu memberikan buahnya pada setiap musim dengan seizin Tuhannya. Allah membuat perumpamaan-perumpamaan itu untuk manusia supaya mereka selalu ingat. *** Kalimat yang baik di sini diartikan oleh sebagian besar ulama sebagai kalimat Laa Ilaaha illallaah…which is kalimat Tauhid, yang mengesakan Allah… Kalimat yang hanya diucapkan oleh orang-orang beriman. Nah, pertanyaannya, kenapa Allah menganalogikan keimanan hambaNya dengan pohon yang baik? Mengapa Allah tidak menganalogikan iman kita dengan kerasnya karang di lautan (untuk menggambarkan betapa kuatnya iman kita), atau dengan luasnya samudera (untuk menggambarkan betapa besarnya keimanan kita padaNya), atau dengan analogi-analogi lain yang dapat menyatakan betapa kokohnya iman kita?? Mengapa harus dengan
pohon yang baik? Karena memang pada hakikatnya tak ada analogi lain yang pas untuk menggambarkan
orang yang beriman.
- Seorang mukmin laksana pohon yang baik… Akarnya menghujam erat ke tanah laksana iman kita yang menghujam erat di hati kita.
- Cabangnya menjulang ke langit menggambarkan karya yang dapat dihasilkan oleh seseorang yang beriman. Karena memang hakekatnya iman adalah diyakini dalam hati, dilafadzkan dengan lisa, dan dibuktikan dengan perbuatan. “Itulah iman Islami! Tidak mungkin tinggal diam tanpa gerak, atau tersembunyi tanpa menampakkan diri dalam bentuk yang dinamis di luar diri sang mukmin”. Orang yang benar2 beriman akan bekerja dalam hidupnya sebagai bentuk syukur kepada Allah. Dia akan berusaha, berkarya, atas nama imannya pada Allah. Itu adalah suatu keniscayaan. Siti Hajar berlari-lari kecil bolak-balik bukit Safa dan Marwa untuk mencari setitik mata air guna meneduhkan dahaga anaknya, Ismail. Dia beriman kepada Allah. Dia percaya Allah Maha Pemurah. Tapi ia tidak tinggal diam saja menunggu datangnya air tanpa usaha. Justru, berlari ia, berusaha ia, karena ia yakin Allah tidak akan pernah menyia-nyiakan iman dan amalnya. Begitulah, berkaryanya seorang mukmin seperti cabang yang menjulang ke langit merupakan suatu keniscayaan dari iman yang benar2 terhujam erat ke hati.
- Pohon itu menghasilkan rasa buahnya setiap musim dengan seizin Tuhannya. Begitulah hakekatnya seorang mukmin. Terhujam erat imannya dalam hati, berkarya ia setinggi yang ia mampu, dan memberi kemanfaatan ia kepada orang-orang di sekitarnya. Bahasa yang digunakan Allah dalam ayat itu adalah “ukul” yang bermakna rasa buah, bukan “tsamarat” yang berarti buah. Allah menghendaki setiap mukmin dapat memberikan kemnafaatan yang setinggi2nya bagi orang-orang di sekitarnya… Jika Allah memakai kata tsamarat, bisa dikatakan seorang mukmin hanya memberikan buah (bisa saja dengan cara melemparkannya hingga melukai kepala orang yang terkena). Tapi Allah memakai kata ukul yang bermakna rasa buah. Kita tidak hanya memberikan buahnya, tapi kita berikan rasanya. Ibaratnya apel, sudah kita kubak kulitnya, kita potong2 kecil2, lalu kita suapi. Begitulah seorang mukmin…. Memberikan kemanfaatan tertinggi bagi orang di sekitarnya…. Sudahkah ukhuwah kita se-bermanfaat begini?? Mari berbenah… ^^(-isminida-)-- dr DDU ust. Salim a.Fillah
KEMBALI KE ARTIKEL