Mohon tunggu...
KOMENTAR
Bahasa

Pantaskah Saya Panggil Anda Mba atau Mas?

11 Juni 2010   12:17 Diperbarui: 26 Juni 2015   15:36 592 0
Mba, mas, bolehkah saya memanggil Anda demikian, meski jelas-jelas Anda dari Bali, Manado, atau Kyoto? Apakah janggal, atau yang terburuk, mungkinkah Anda lantas menolak melanjutkan perkenalan ini ke tahap pertemanan?

Apakah itu terlalu ‘jawa’ untuk dipakai oleh dan pada penutur bahasa Indonesia yang jelas-jelas tidak hanya besar dalam kultur jawa?

Benarkah?

Marilah jalan-jalan ke mana saja di luar Jawa, dan simaklah radio lokal berbahasa Indonesia. Penyiar radio, meski dipancarluaskan dari sebuah pelosok di Kalimantan, hampir pasti akan menyapa diri dengan mas danmba.

Dan para fans, mau request lagu, nitip pesan rayuan gombal, mau ikut kuis, dsb, dengan senang hati menyapa penyiar idola dengan mas atau mba pula.

Saya ingat di Padang dulu, pernah ada satu radio yang berikhtiar tampil beda, berusaha mempopulerkan uda dan uni sebagai sapaan untuk penyiarnya.

Kiranya dengan uda dan uni, radio yang hendak memposisikan diri sebagai radionya ABG itu tidak berhasil memproyeksikan citra muda, keren, dan the best radio in town. Malah terdengar awkward, canggung.

Demikianlah, mas dan mba mendominasi radio-radio Indonesia.

Apakah tampil trendy, identik dengan mengacu ke cita rasa Jakarte? Saya rasa iya. Lebih Jakarte, apakah lebih Betawi?

Ah, pasti ndak juga.

Karena kalau demikian, penyiar Sonora akan menyapa Anda;

“….berikut sebuah persembahan lagu dari kami ncang encing, abang, none, mpok-mpok untuk Anda pendengar Sonora yang berbahagia…”

Terkenang semasa ospek dulu sebagai mahasiswa baru Universitas Riau di Pekanbaru, saya kena sanksi lari keliling lapangan gara-gara memanggil seorang senior pria dengan panggilan ‘kakak’. Ternyata di negeri melayu, haram seorang pria dipanggil kakak.

Tentu saja waktu itu saya yang sebenarnya innocent dianggap ngenyek. Panggilan kakak ternyata hak khusus para perempuan. Sialnya waktu itu saya lupa, saya bisa selamat, seandainya senior seram itu saya panggil mas. Alamaaakkk!

Bagaimana dengan sapaan bapak dan ibu?

Kalau Anda penutur asing yang belajar bahasa Indonesia, Anda akan aman menyebut seseorang demikian, apalagi dalam lingkup formal.

Tapi bahasa memang anak kandung budaya. Ia dinamis. Apa yang pantas kemaren, belum tentu ditakar pas untuk dipakai kini. Juga sebaliknya.

Dan pula dengan serbuan globalisasi, makin banyak orang yang agak-agak sensi dengan umur. Bapak dan ibu kemudian dianggap memuat bias umur dan status.

Ibu mengandung asumsi yang bersangkutan sudah menikah dan menjadi ibu bagi anaknya. Padahal makin jamak perempuan lajang yang meraih karir moncer di dunia kerja tanpa harus terlebih dahulu menjadi seorang ibu, atau menjadi istri seseorang.

Sama dengan sapaan ibu atau bapak, menyapa dengan mas dan mba juga menunjukkan tata krama penuturnya, biarpun yang disapa lebih muda usia dari Anda. Singkatnya, ini lebih aman untuk pergaulan apalagi pada tahap perkenalan.

Sekali lagi, ini tata krama. Kecuali Anda benar-benar yakin, kenalan baru tersebut lebih kecil usia dari Anda, bolehlah langsung panggil nama. Kalau tak yakin, namun keukeuh langsung panggil nama, salah-salah Anda di cap tidak tahu adat.

Akhirnya mba bersama mas makin mendapat tempat di hati penutur Bahasa Indonesia. Ia kini makin memuat kesan modern, ageless, mandiri, demokratis, akrab, dan berdaya.

Sehingga tentunya Anda senang saya panggil mas atau mba. Anda pun boleh coba sapakan, walau ketemunya di sudut kota Las Vegas sekalipun. Karena bukan lagi ia milik bahasa Jawa thok; ia telah mentas, memperkaya khasanah kosakata sapaan bahasa Indonesia.

Kecuali Anda sedang temu ramah kenegaraan dengan Presiden RI dan Ibu negara, tentu tidak tepatlah ber-mas dan mba ria dengan beliau-beliau.

Selamat berbahasa Indonesia. [Nenen]

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun