Mohon tunggu...
KOMENTAR
Puisi

Jangan Tanya

19 Juni 2010   07:36 Diperbarui: 26 Juni 2015   15:26 66 0
Jangan tanya mengapa kenangan ini terlihat merah darah. Kita sendiri yang mengiris kulit-- meneteskan titik titik anyir. Kugores kulit lenganmu, mengeluarkan cairan merah-- darah dan kuning nanah. Kau sedia dengan pisau lipat, siap mencabik sisi leherku. Kita tersenggal, dunia berputar. Aku kehabisan nafas,mukamu pias hilang warna. Kau megap-megap tak beraturan. Kerongkonganku panas, kuku-ku mencengkeram bahumu. Kuhela bau amis darahmu. Sesekali kunikmati kernyitan kesakitanmu. Perih di leher makin membakar kesadaranku. Kita berdekatan, bergandengan tangan. Nafasmu makin satu-satu. Betapa hebatnya cinta, saat sakaratul maut menyapa, kau masih juga haus menyentuhku. Jangan tanya mengapa kematian tak lagi menakutkan. Kita sendiri yang berkalkulasi. 4 jam dalam seminggu, kecupan cepat di tanggal tertentu : itulah hitungan waktu kita menyatu Saat kita mati, bersamaan -- abadi Kusulang anggur, semerah darahmu Untuk kemenangan tak terbatasnya lagi waktu Racauan Jogja-Singapura, 12 Desember 2009

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun