Senja terlihat temaram, matahari sudah lama tenggelam . Tersisa hanya bayangan masjid kubah 99 yang berdiri gagah nan pongah. Armani masih duduk di tepi Pantai Losari, ditemani sunyi. Hiruk pikuk di sekelilingnya dan semarak lampu yang berpendar bagai jejeran rembulan tak dia hiraukan. Sebulan lalu dia wisuda sebagai sarjana matematika. Saat itu hatinya penuh dengan bunga, Bahagia. Amanah seberat gunung yang nangkring selama 7 tahun di pundaknya,seolah hilang saat untaian pita di toganya dipindahkan dari kiri ke kanan oleh sang professor pembimbing skripsi. Ditemani Lastri sang istri, dia ingin berbagi bahagianya bersama seluruh warga desa. Dua minggu lalu dia boyong Lastri ke desa Maloku ini. Dia tak pernah menyangka , ternyata beban sebesar gunungnya kini berganti menjadi beban seluas Samudra . Gelar Sarjana Matematika yang disandangnya kini, ternyata tak berfaedah untuk menghasilkan uang di kampungnya . Dompet dan sakunya kini setipis tisu dibagi tujuh persis seperti jembatan Sidrotul Muntaha . Tak selembar rupiahpun terselip di sana.Terpeleset sedikit kata katanya menjadi caci maki pada nasib dan menyalahkan taqdir, kakinya siap tergencir ke dalam kobaran api hawa nafsu neraka. Sekuat tenaga ,sepenuh jiwa, Armani mencoba menjaga kewarasan berpikirnya dan tetap berprasangka baik pada Allah dan taqdirNya.
KEMBALI KE ARTIKEL