Mohon tunggu...
KOMENTAR
Lyfe

Sinetron Menguras Hati

7 Juli 2010   06:09 Diperbarui: 26 Juni 2015   15:02 269 0
Kalau Vidi Aldiano berkeras bahwa cemburu menguras hati maka saya juga berkeras kalau sinetron juga menguras hati.

Terus terang, saya sudah mulai jenuh dengan pertelevisian Indonesia, jenuh dengan jadwal tayang programnya malah. Saya ini bukan tipikal manusia pagi yang sudah berberes memulai hari pukul enam, jadi pastilah saya melewatkan tayangan berita di pagi hari pun program gosip selebritis ter-update pagi hari. Dan yah, saya biasa membuka mata sambil disambut dengan program-program televisi yang menampilkan jajaran musisi dan video klip teratas di Indonesia. Bosan! Itulah yang saya rasakan, saya bosan dicekokin video klip dan musisi yang itu-itu saja setiap hari, tiap hari! Tapi jangan heran kebosanan saya ini tidak lantas membuat saya untuk mengganti channel, kenapa? karena saya tahu bahwa mengganti pun tidak ada gunanya, semuanya nyaris menyajikan program yang sama.

Alhamdulillahnya, siang hari tak membuat hati saya "terkuras" banyak. Saya kebanyakan beraktivitas di luar rumah yang artinya tidak melakukan kegiatan menonton televisi. Hmm, namun sebenarnya hubungan saya dan televisi tidak sebaik itu. Saya tidak pernah benar-benar menonton televisi, mungkin hubungan saya bisa dijelaskan seperti ini, sesekali memandang televisi. TV saya pasti selalu nyala tapi tidak saya pedulikan hingga ada hal-hal menarik yang diputar. Mungkin ketika ada narasi yang nyeleneh atau ketika ada iklan baru yang belum pernah saya liat. Begitulah kira-kira, sesekali memandang televisi. :D

Namun ketika malam hari, lagi-lagi hati saya terkuras. Lebih parah malah ketimbang pagi hari. Sinetron, tau kan? Serial televisi yang jumlah episodenya bisa beratus-ratus itu. Eh bukan, kalimat saya ini bukan wujud sinisme saya terhadap karya bangsa itu. Tadinya saya memang amit-amit sama program tv yang satu ini tapi lama-lama saya "dipaksa" nonton sih, jadi yaudah, begitu tv kesetel, yang nampang dia, yaudah, mulailah memandang layar televisi lagi. Ehem...sinetron yang saya "pandang" itu judulnya Kemilau bla bla bla dan bla. Pertama kali saya melakukan kegiatan memandang karena tertarik sama artis pendatang baru yang memiliki kedekatan geografis dengan saya. Lama-lama sih mulai ngikutin karena ceritanya belum lebay-lebay amat. Kalo cuma nangis-nangis bombay mah udah biasa buat standar sinetron, adegan wajib kayaknya.

Tapi lama-lama saya ngerasa bosen juga, ini lama-lama isinya nangis semua. Malahan ada beberapa norma-norma dan nilai-nilai kewajaran dan kepantasan yang dinegasikan begitu saja. Saya yakin itu dilakukan tanpa maksud apa-apa oleh penulis naskahnya, mungkin dilakukan demi menyokong kesempurnaan air mata dan penderitaan si tokoh utama dan (taraaaa) akan selalu muncul orang baik yang akan selalu sedia membantu.

Yang paling saya herankan adalah betapa tidak rasionalnya figur seorang nenek digambarkan di sana. Nenek labil kalau saya bilang, misalnya nih episode 22 neneknya ini baik banget, eh di episode 44 neneknya berubah jadi jahat pake banget lagi. Aduh, benarkah seorang nenek bisa begitu labilnya?! Ntar di episode 46 baik lagi, terus jahat lagi, baik lagi, eh jahat lagi, dan begitulah seterusnya. Mungkin hanya episode Ramadhan yang bisa membuat figur si nenek tadi menjadi kembali stabil, yakin deh!

Begitulah, niat saya mencoba untuk menikmati serial karya anak negeri ini tak pernah berhasil. Hidup digambarkan begitu rumit, yang mudah dibuat susah, yang susah dibuat mudah. Nah lho?! Kadang saya juga menjadi tidak rasional ketika mengeluh dan membanding-bandingkan serial buatan dalam negeri dengan pihak luar. Sinetron ala mereka juga terkadang lebay, ada drama juga tapi ada sesuatu yang benar-benar menjadi inti yang ingin mereka sampaikan dari keseluruhan episode. Tak seperti sinetron kita, bisa berubah-rubah setiap saat. Tapi benar, kita dan mereka berbeda, terpisahkan oleh dikotomi barat dan timur, tapi tidak bisakah kita sedikit melebur dan belajar dari mereka?

Saya jauh lebih senang menonton Upin Ipin daripada harus berurusan dengan sinetron, tapi percayalah, kenikmatan saya menonton Upin Ipin selalu dibarengi dengan perasaan sakit hati hmm iri lebih tepatnya. Berpikir kapankah Indonesia bisa menyajikan program yang benar-benar dapat dinikmati dan tentunya mencerdaskan, :))

Atas tulisan ini, saya juga tidak merasa benar. Ini murni sebentuk curahan hati atas kebosanan akut yang saya rasakan. Saya menulis hal semacam ini karena barusan saya memandang televisi dan melihat iklan sinetron (apa ya istilah? lupa!) yang mengatakan bahwa "jam tayang lebih lama". Saya langsung membatin "waduh, bagaimana nasib prime time saya yang sudah kelabu, jadi makin abu-abu donk?! hiks." Juga, saya agak-agak shock melihat judul-judul sinetron baru (dengan muka-muka lama) yang semakin gamblang dan aneh-aneh.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun