Tarian Jathilan ini menyebar hingga berbagai sudut wilayah D.I Yogyakarta, seperti Bantul, Sleman, Kulon Progo, dan Yogyakarta Kota. Tradisi Jathilan telah bertahan sejak zaman dahulu dan masih terus dilestarikan hingga kini. Keindahan tarian ini dapat dinikmati pada berbagai momen, mulai dari perayaan tradisional, upacara adat, acara religius, hingga festival seni dan budaya. Tak hanya sekadar tarian, Jathilan mengandung makna mendalam bagi masyarakat D.I Yogyakarta. Pertunjukan ini sering kali dijiwai oleh konteks keagamaan, menjadi ungkapan rasa syukur atau upacara persembahan kepada dewa-dewi yang dipercaya melindungi daerah tersebut. Selain itu, Jathilan juga menjadi sarana hiburan yang menghubungkan masyarakat dan memupuk rasa kebersamaan yang erat.
Tari Jathilan saat ini mempunyai dua jenis pakem, yaitu pakem lama yang disebut "Jathilan pung jroll" dan pakem baru yang disebut "Jathilan kreasi baru". Jathilan dengan pakem lama juga dikenal sebagai pakem klasik, merupakan bentuk Tari Jathilan yang berasal sejak kemunculannya pertama kali, dengan penampilan dan iringan musik yang lebih sederhana. Sementara itu, pakem baru menampilkan banyak kreasi dan inovasi, sehingga sangat populer di kalangan generasi muda.
Pertunjukan Jathilan melibatkan beberapa elemen penting. Penari-penari ini mengenakan kostum khas, seperti baju beskap, kain jarit, serta penutup kepala ala Jawa yang mencolok. Dengan kepiawaian mereka, penari-penari ini meliuk-liukkan tubuhnya di atas kuda mainan yang terikat di pinggang mereka. Di saat yang sama, musik gamelan dan nyanyian mengiringi gerakan-gerakan yang menarik perhatian.