Mohon tunggu...
KOMENTAR
Puisi

Pada Yaum ke 9

13 Desember 2010   00:45 Diperbarui: 26 Juni 2015   10:47 49 0
:mengenang embah kakung

Lebih dari satu jum’ah berlalu sudah
Deru deras linang hujan dan geraman-geraman penyesalan
Mengering meresap dan membatu
Ke dalam sebidang tanah, ranah yang telah menghitam kepekatan
Menelusupkan setitik keterangan, ah betapa rasanya…

Kata-kata sabda memorabilia yang berulang-ulang dikisahkan,
Sebuah rerengekan kecil ketidaktahuan,
Dan kenangan kebimbangan antara fakta dan fatamorgana,
Ah, rasanya jiwa itu masih belum tercabut jua, aku tidak percaya…
Masih saja belum percaya…belum saja percaya…

How huh,…
Astaghfirullah hal adziim…
Seseorang yang bijak akan selalu mampu menjual sebidang ladang gersang
Yah, pukauan berpuluh-puluh tangan yang saling bergenggaman menuturkan
Sesaat yang manfaat sebagai tujuan atas ruh yang ditiupkan
Ah, betapa indahnya rujukan yang demikian…

Laku demi laku yang menuturkan kebijakan
Keahlian menaklukkan perapian
Dan berbagai uswatun hasanah tanpa suara
Ah, bagaikan sebatang padi yang kian berisi
Yang tak jua kuwarisi hingga segalanya seolah mati
Memenjarakanku dengan buhul amaterasu

Yaa Allah…
Kaki ini hanya kulangkahkan menuruti detak detik masa yang bergulir
Dengan memerami ilmi-ilmi yang kupunguti di sekian hari
Dengan sesekali hasrat membasahi ranah tanah
Izinkanlah Allah…

Allahummaghfirlahu…Warhamhu…Wa’aafihi…Wa’fu’anhu…
Amiin…

R.D. 2008

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun