Banyak aktivitas yang bisa dilakukan di halaman belakang rumahnya yang luas. Saya kurang tahu pasti ukurannya. Dua anaknya punya kolam renang pribadi, meski hanya dari batako yang ditutupi terpal. Berbagai jenis ikan dipelihara di beberapa kolam. Terakhir ia ingin memelihara ayam. 10 ayam itu dibelinya. Tiap sore ayam-ayam itu dikandangkan.
Musang sepertinya dapat menu baru. Hewan itu masih banyak itu berkeliaran. Tiap malam musang berpesta, satu ayam pasti jadi korban di kandang. Itu berlangsung beberapa malam. “Gubrak!” Uconk yang saat itu masih bekerja di depan laptopnya, lari ke kandang ayam. Depan matanya seekor musang asyik memangsa ayam.“Kepalanya putus, kayak disembelih. Jangan-jangan musangnya juga baca bismillah juga,” ceritanya sembari terbahak.
Sambil menyeruput kopi buatan Soleh, office boy kantor kami, ia melanjutkan cerita. Tanpa senyum dan tawa. “Aku sadar karena aku tidak memelihara ayamku dengan baik, seharusnya aku tiap pagi memberi makan dan memerhatikan mereka. Aku biasa bangun siang dan langsung ngantor,” tutur dia. “Seharusnya saat ayam kedua atau ketiga aku sadar bahwa ayam tidak bisa lari saat di kandang. Ini menunggu tujuh untuk menyadarkanku,” tambahnya.
Sejak saat itu, tiga ayam yang tersisa tidak ia kandangkan. Tiap sore ayam-ayam itu mencari tempat paling aman di dahan-dahan pohon. “Mereka survive, apalagi ada satu ayam jago. Kalau ayam jago itu dimakan musang aku sembelih semua ayamku. Buat apa, mereka tidak bisa berkembang biak,” tegasnya. Sejak saat itu juga ia tiap pagi memberi ayamnya. “Sesuatu yang dirawat sungguh-sungguh itu pasti bertumbuh, Vyk. Dalam hal apapun,” kata dia kepada saya.
Saya mengamini hal itu. Membuat atau membeli sesuatu itu mudah, merawatnya itu yang jauh lebih sulit.
Ssst, barusan ia cerita. Ayamnya bertelur enam butir.