Mohon tunggu...
KOMENTAR
Ilmu Alam & Tekno

Niat Hati Nickel Dihilirisasi, Malah Berujung Ironi di Pulau Obi

11 Mei 2024   18:55 Diperbarui: 11 Mei 2024   18:59 165 1
Pemerintah telah meluncurkan rencana ambisius untuk menjadikan Indonesia sebagai pemain utama dalam industri kendaraan listrik dengan mendorong pengembangan sektor pertambangan, khususnya nikel, melalui serangkaian kebijakan hilirisasi. Langkah-langkah ini bertujuan untuk meningkatkan nilai tambah dari bahan tambang yang diekspor, dengan harapan dapat menciptakan rantai pasok lokal yang lebih kuat dan mendukung pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan. Namun, di tengah semangat tersebut, Pulau Obi, sebuah pulau kecil yang terletak di Maluku Utara dan sering kali terlewatkan dari perhatian publik, mengungkap ironi yang tak terduga.

Nikel sebagai Sumber Daya Alam

Nikel, mineral yang melimpah dan memiliki potensi besar dalam industri global, menjadi bahan utama dalam strategi hilirisasi sektor pertambangan Indonesia. Pulau Obi, yang terletak di Kabupaten Halmahera Selatan, Maluku Utara, memiliki cadangan nikel yang melimpah. Pulau ini, dengan luas sekitar 2.500 kilometer persegi atau hampir empat kali luas DKI Jakarta, menjadi salah satu sentra utama dalam upaya hilirisasi sektor pertambangan nikel di Indonesia.  Namun, apa yang terjadi di Pulau Obi justru mengekspos sebuah paradoks yang mencengangkan, di mana upaya untuk meningkatkan nilai tambah bahan tambang seharusnya menghasilkan dampak positif, namun kenyataannya menghadirkan tantangan yang tak terduga.
Meskipun upaya meningkatkan nilai tambah bahan tambang nikel di Pulau Obi bertujuan mulia, kenyataannya langkah-langkah tersebut telah menyebabkan dampak serius pada lingkungan lokal, terutama terlihat di ekosistem perairan sekitar pulau tersebut.

Akibat dari Sebab Pembuangan Limbah Smelter

Meskipun pemerintah telah memberikan perhatian terhadap aspek lingkungan, dengan adanya pabrik peleburan bijih nikel (smelter) dan fasilitas pemurnian nikel, sebagian besar volume bijih nikel yang dimanfaatkan dalam proses produksi di Pulau Obi ternyata berujung pada sisa hasil pengolahan (SHP). Sisa hasil pengolahan (SHP) ini mencakup material seperti slag, yang dihasilkan dari proses peleburan bijih nikel di smelter, dan tailing, yang merupakan produk sampingan dari proses pemurnian nikel. Namun, disayangkan, sebagian dari SHP ini tidak mendapat penanganan yang tepat dan malah dibuang langsung ke laut atau sungai di sekitar Pulau Obi.  Dapat dilihat dalam penelitian oleh tim Narasi terdapat 1 sampel dari 12 sampel yang diuji memiliki kadar nikel di atas ambang batas yaitu sebanyak 0,056 mg/L, yang mana ambang batas yang ditetapkan sebanyak 0,05 mg/L berdasarkan Permen LH No.6 Tahun 2009 (Narasi Newsroom, 2022, 6:59).

Hal ini menimbulkan keprihatinan serius terhadap dampak lingkungan yang ditimbulkannya, karena limbah tersebut dapat mencemari ekosistem perairan dan mengganggu kehidupan laut serta keberlangsungan hidup masyarakat lokal yang bergantung pada sumber daya laut tersebut.  Hasil sisa pengolahan ini meliputi slag yang dihasilkan dari proses peleburan bijih nikel di pabrik smelter, serta tailing yang dihasilkan dari proses pemurnian nikel di fasilitas pengolahan. Ironisnya, sebagian dari sisa hasil pengolahan ini, yang seharusnya ditangani dengan tepat sesuai standar lingkungan, justru dibuang secara tidak bertanggung jawab ke perairan sekitar Pulau Obi, baik ke laut maupun sungai.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun