Jendral  Listyo Sigit Prabowo dengan pendekatan presisi  kita sangat merasakan dampak dari transformasi peran Polri, ini tidak lepas dari upaya pemimpin tertinggi Polri dalam memberi ultimatum kepada bawahan untuk selalu memperhatikan kemaslahatan rakyat dan bangsa, terutama terkait upaya menjadikan institusi ini lebih inklusif dan berorientasi pada humanitas.
Sebagai institusi penegak hukum, Polri selama bertahun-tahun dihadapkan pada stereotip otoriter, yang tidak jarang menciptakan jarak antara aparat dengan masyarakat. Namun, kebijakan dan pendekatan yang diusung oleh Kapolri saat ini menunjukkan langkah menuju paradigma yang lebih empatik dan humanis.
Sebuah Transformasi Wajah Polri
Otoritarianisme dalam penegakan hukum sering kali menjadi tanda tanya besar bagi public dan bahkan sering diasosiasikan dengan watak jahat, pola pendekatan keras, represif, dan kurang mempertimbangkan aspek kemanusiaan.
Pola ini memberi kesan masyarakat cenderung melihat aparat sebagaisosok yang "ditakuti" daripada "dihormati bahkan terjadi perlawanan serius dari masyarakat.
Kapolri Jendral Listyo SigitPrabowo tampaknya menyadari bahwa pendekatan ini tidak relevan dengan kebutuhan masyarakat modern yang semakin kritis dan menginginkan keadilan berbasis dialog, empati, dan penghormatan terhadap hak asasi manusia.
Sebuah perubahan besar yang direformasi secara totaliter, wajah Polri kian mendapat respon positif dari kepemimpinannya humanis oleh Jenderal Listyo Sigit, polri terus meningkatkan kepercayaan publik terutama dalam hal mengusung penegakkan hukum tanpa pandang bulu.
Pendekatan penegakkan hukum yang melampui dari harapan publik, ini tidak membuat sang Jendral merasa berbesar hati namun tetap berbenah diri, meski demikian ia merasa perlu meningkatkan perubahan wajah polri menuju polri yang jujur, transparan, dan berkeadilan.
Bagi Sigit stabilitas sosial adalah segalanya, negara harus hadir memberi rasa aman bagi siapapun dan menindak tegas perbuatan yang melanggar ataumenghambat penegakkan hukum.
Wujud kesetiaan ini, atas nama Polri Sigit terus bergerak dan membangun harapan agar semua pihak bisa menjaga serta memastikan negara rebublik Indonesia sebagai negara yang menjunjung tinggi hukum sebagai panglima tertinggi demi terwujudnya ketertibansosial.
Sejauh ini pun akan datang, Polri terus berada dan memposisikan diri untuk rakyat Indonesia, semasih langit di junjung selama itu pula polri akan berbuat dan membantu konsolidasi terciptanya kemakmuran rakyat.
Sebuah prinsip kemanusiaan yang perlu dilindungi, Sigit telah mewakafkan diri dan atas nama Polri bahwa kehendak kemanusiaan di bawah langit Indonesia tercipta kehidupan sesuai norma dan etika bernegara.
Hal tersebut membuat Sigit tidak pernah sendiri dalam urusan bernegara, simpati datang dari beberapa tokoh negara, tokoh agama, akademisi, politisi, tokoh pemuda, ormas kepemudaan, aktivis, hingga tokoh perempuan diberbagai Nusantara turut ikut mendukung kinerja Sang Jendral Listyo Sigit untuk sebuah tranformasi Polri yang lebih baik dan humanis.
Buah dari keikhlasan mengurus rakyat, Sigit akhirnya selalu dimaknai sebagai sosok yang selalur elevan dengan konteks sosial dan demokrasi. Di era demokrasi yang semakin terbuka, ruang kontrol bisa saja menimbulkan multi interpretasi, kepiawaian pemimpin menjadi modal penting dalam menjembatani arus perubahan.
Kapolri Jenderal Listyo Sigit memandang ini sebagai tantangan dan sekaligus pendekatan yang mampu melihat segala sesuatu berdasarkan sudut pandang penegakan hukum yang konsisten.
Nampak gebrakan Polri patut diapresiasi karena Sigit tidak sekedar memberi janji atau sekedar harapan, Polri selalu hadir dengan rasa sosial yang tinggi, aksi-aksi nyata pun didukung oleh berbagai pihak artinya publik merasa hormat dengan pendekatan yang soft, bertindak mengikuti aturan main hukum demi Polri yang dicintai oleh rakyat Indonesia.
Sebagai fakta bahwa tiap problem-problem sosial selalu dengan upaya-upaya hukum artinya tidak ada gesekan yang berarti yang menimbulkan gejolak hukum selama Sigit memimpin Polri. Restoratif justice menjadi pendekatan yang ampuh terhadap masyarakat.
Meski ada riak-riak sederhana namun bukan berartifenomena sosial nihil dari peristiwa, Â ini dapat dipahamibahwa tugas Polri selalu efisien dan terukur dalam mengambilsikap dan Tindakan hukum yang profesional.
Â
Mewujudkan Inklusifitas: Mendekatkan Polri dengan Masyarakat
Melihat adanya keterbukaan institusi Polri diera yang teknologi, rasanya sudah cocok Sigit melakukan transformasi Polri pada semua aspek. Dengan pendekatan yang lebihterbuka terhadap kelompok termasuk masyarakat rentan yang dianggap lemah seperti kekerasan perempuan, ekspolitasianak, penyandang disabilitas, dan komunitas minoritas, dengan ini Polri berupaya menciptakan rasa aman yang merata.
Ada banyak instrument yang bisa menopang program Polri dalam aspek penegakkan hukum sebagai contoh misalnya pembentukan police women atau Polisi Wanita yang aktif dalam kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak adalah contoh konkret.
Begitu pula dengan upayameningkatkan peran Bhabinkamtibmas sebagai ujung tombak Polri di tingkat komunitas, yang berfungsi mendengarkan langsung keluhan masyarakat.
Ada peristiwa yang menarik perlu saya sedikit merefleksi kembali bagaimana sejarah ketika Jenderal Listyo Sigit Prabowo dilantik sebagai Kapolri tepat pada tahun 2021, institusi Polri sejak itu menjadi pusat perhatian elemen Masyarakat, aktivis dan pegiat-pegiat sosial lainya, Sigit hadir dengan sebuah visi "Presisi" (Prediktif, Responsibilitas, dan Transparansi Berkeadilan) sebagai kerangka strategis dalam mereformasi institusi Polri yang mengayom semua kepentingan.
Seiring dengan itu, wajah Polri berubah sewaktu itu juga ruang kebebasan, kemudahan untuk mengakses informasi berhubungan dengan kepentingan rakyat dan hukum semua menjadi terbuka, tidak hanya bersifat dunia nyata, platfom media sosial dibuat mudah diakses.
Bagi Sigit, iniadalah ruang public untuk memberi saran dan bahkan kritik. Hanya saja kadang ada pihak-pihak tertentu yang memanfaatkan ruang keterbukaan akses untuk membenturkaninformasi seolah-olah Sigit tidak kapabel dalam penanganan kasus besar, termasuk kasus korupsi dan pemberantasan narkotika.
Polri selalu merespon baik atas semua itu dengantetap menunjukkan keseriusan terhadap penegakan hukum yang tegas. Sementara, keberhasilan Polri sering kali tertutupi oleh berbagai kasus yang melibatkan oknum polisi, seperti kekerasan berlebihan, penyalahgunaan kekuasaan, hingga integritas moral yang dipertanyakan.
Tidak sulit bagi jendralSigit untuk keluar dari problem tersebut, sebab komitmen Presisi telah mengakar dalam lembaga yang ia pimpin.
Humanitas sebagai Pondasi Penegakan Hukum
Kompleksitas tanggung jawab Polri di era reformasi, Polri semakin bergeser yang semula dituntut untuk menjadi penegak hukum, tetapi juga menjadi pengayom masyarakat yang humanis. Di sinilah tantangan besar terlihat ambigu serta terkesan Polri tidak berdiri diatas pondasi hukum yang tegas.
Kritik publik terhadap Polri semakin menguat seiring beredar isu-isu propaganda, hoax dimana-mana, publik mengeyam berita-berita dimedia sosial yang tidak valid dan kredibel lalu muncul kesimpulan sepihak dan emosional.
Dalam konteks ini, Polri terus melakukan edukasi dan menggerakkan gerakan literasi agar terwujud perubahan kultural dan mindset masyarakat lebih terbuka terutama memfilter arus informasi dilapangan maupun di media sosial.
Selain inklusifitas, pendekatan humanitas menjadi sebuah carapandang yang terbuka untuk semua pihak, heterogenitas budaya dan agama bisa menyatu tanpa ada gejolak yang terlalu menganga?
Polri kini diamanahi tugas yang besar yakni mampu bertindak sebagai pelindung yang mengayomi, bukan hanya penegak hukum yang menghukum.
Hal ini tercermin dalam upaya membangun kepercayaan publik melalui dialog terbuka, transparansi dalam penanganan kasus, dan penindakan tegas terhadap oknum yang melanggar kode etik.
Masyarakat Di Jadikan Sebagai Mitra, Bukan Objek
Perubahan paradigma ini juga membutuhkan partisipasi aktif masyarakat. Dalam konsep negara demokratis, penegakan hukum tidak dapat berjalan efektif tanpa dukungan dari publik.
Oleh karena itu, Polri di bawah kepemimpinan Listyo Sigit tampaknya mendorong keterlibatan masyarakat sebagai mitra strategis.
Pendekatan tersebut menghilangkan kesan bahwa masyarakat hanya menjadi objek penegakan hukum, melainkan bagian integral dari solusi.
Inilah yang membuat publik merasa kagum dan bangga, hemat saya Jenderal Listyo Sigit sosok yang paripurna dan diterima oleh semua pihak, tanpa letih ia terus berusaha membangun trust publik, melalui program kerja Polri yang terukur, transparansi dalam penanganan kasus, terutama yang melibatkan aparat, menjadi langkah awal yang telah ditegakkan, prinsip kesamaan hak di mata Hukum.
Selain itu, peningkatan profesionalisme dan etika aparat melalui pelatihan berkelanjutan sangat penting untuk memastikan bahwa setiap anggota Polri mampu melayani dengan baik dan tidak menyalahgunakan wewenang.
Komunikasi publik yang terbuka juga perlu diperkuat, sehingga masyarakat dapat memahami langkah-langkah Polri dalam menciptakan keadilan.
Terakhir, melibatkan masyarakat dalam pengawasan kinerja institusi akan menjadi fondasi penting dalam membangun hubungan saling percaya antara Polri dan warga.