Mohon tunggu...
KOMENTAR
Cerpen

Ketika Kita Menari

6 November 2012   15:30 Diperbarui: 24 Juni 2015   21:52 232 5
when we dance, angels will run and hide their wings.. (*) "Mas tak pernah bilang, Mas mencintai saya". Aku hanya memandangnya. "Mas juga tak pernah mengatakan, maukah saya menjadi pacar Mas, seperti yang orang-orang lain lakukan". Aku tetap diam. "Mas pun seperti tak peduli, ketika banyak teman-teman cowok yang lain, nembak. Yang nggombal, yang merayu, yang bercanda hingga serius ngajak pacaran, jadian". Aku tersenyum. "Kita tetap seperti teman. Teman baik. Mas sering mengajak saya menjajak tempat-tempat baru. Yang sepi, yang sunyi hingga penuh riuh". Angin berhembus, menjatuhkan beberapa dedaun, berserakan. Helai demi helai rambutnya, melambai perlahan. "Tepat di tahun kelima, Mas tiba-tiba saja datang ke rumah sambil mengajak Ibu. Hanya dengan Ibu, Mas menghadap Ayah dan melamar. Dan Ayah, juga Mama pun begitu saja mengiyakan. Aneh". Matanya yang bening, semakin pendar ketika dia mengucapkan itu semua. Kenangan indah selalu mampu memijarkan lampu-lampu dalam taman hati hingga terang benderang, bukan? "Padahal Mas tidak membawa apa-apa. Berbeda jauh dengan Mbak Ratna. Mas Lintang, suaminya, membawa aneka macam hantaran, hingga parcel-parcel itu, menguasai kamar saya semalaman sebelum dibongkar" Dia menunduk, mengambil daun tua yang jatuh, memainkannya perlahan. Angin mulai kencang berhembus, awan-awan semakin berat menggantung. Namun rona pipinya yang merah, serupa matahari yang terus berusaha mengintip di sela-sela mega yang menghitam, menggemaskan. "Tapi saya tak butuh hantaran kok Mas. Yakin. Saya tak mau tidur dengan keranjang rotan hehehe... Saya mau tidur dengan Mas. Rebah di dada Mas dan lelap dalam nyamannya pelukan Mas". Dia menghela nafas. Titik air, mulai jatuh, satu-satu. "Saya semakin bahagia, ketika pagi hari saya terbangun, menyadari Mas terbaring di sisi, setelah semalam, seluruh semesta ikut menari, bersama kita". Dia menengadah. Ada bening yang tertahan bersanding senyuman. "Dan kini, kita telah diberikan anugerah terindah Mas. Saya hamil. Ini anak kita Mas, anak kita. Saya berjanji akan menjaganya, percayalah". Dia mengelus perutnya, bersamaan jebolnya bendungan airmata. Aku terhenyak. "Saya datang untuk mengabarkan hal ini langsung pada Mas, meski Ayah melarang. Saya tetap gadis kecil Ayah yang nakal seperti yang sering Mas bilang, iya kan? hehehe...". Tawa yang dia paksakan, berjejalan dengan derai airmata yang tak lagi sanggup dia jaga. "Mulai hujan, saya pamit pulang ya Mas?" Aku ingin merengkuhnya. Sungguh aku ingin merengkuhnya. Membuatnya rebah kembali dalam pelukanku hingga malam-malam berlalu setelah sebelumnya, seluruh semesta menari bersama aku dan dia, lebur menjadi satu dalam cinta. Dia semakin jauh berlalu, meninggalkan aku di dekat gundukan tanah yang masih merah, dan tak berdaya memandangnya yang separuh berlari, terus menjauh, bersamaan tumpahan kandungan awan yang kini mulai jatuh.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun