Terbaring, perempuan yang dijuluki penyeka air mata. Baru saja, ia mendapatkan lagi tendangan,pukulan dan tonjokan...
Aaaaahh, sebagian dunia masih dianggap menjadi genggaman laki-laki, ia pun tenggelam dalam dunia itu...Terbaring atas titah suami...
Mencoba menikmati...Hanya itu, yang paling maksimal yang bisa ia balas.
"Kau dapatkan lagi tendangan itu?"
Menyusut air mata menggenang ia menjawab," Iya, berkali-kali."
"Sakit?"
"Aku coba menikmatinya, aku tidak punya daya untuk membalas."
"Perempuan yang kuat!"
Dan perempuan itu mendapatkan usapan hangat di kepala disertai turunnya air mata harunya.
"Bu Broto akhirnya melaporkan suaminya ke polisi. Didukung sama anak-anaknya,"lapor Bu Iskak, juru bicara RT.
Bu Broto tetangga berjarak lima rumah, tapi suara jeritannya menjangkau radius sepuluh rumah. Pak Broto, lelaki pendiam pemurah senyum, senang berkomunikasi dengan keahlian kinestetiknya sebagai instruktur silat. Para tetangga hanya dapat mendengar,dan menguatkan Bu Broto di belakang punggung Pak Broto.
"Ibu tidak bisa mendapatkan kekerasan seperti ini terus. Laporkan saja, Bu."
"Aku nunut suami. Membuka aib suami sama saja dengan membuka aibku sendiri toh?"
Perempuan penyeka air mata itu angkat bicara," Masalah harus didudukkan pada tempatnya, Bu. Ibu nunut pada Imam yang memang layak menjadi Imam? Laporkan saja Bu tindak kekerasan ini."
Semakin lama perempuan itu semakin menikmati kekerasan pada dirinya. Ia bahkan menangis,ketika tak merasakannya sehari saja.
Tetapi, hari itu akhirnya ia bertekad membuat laporan.
"Nama Ibu?"
"Nashatra."
"Masih jadi konselor KDRT,Bu?"
Tersenyum ia menjawab," Iya masih sampai bulan ini. Bulan depan cuti."
"Silahkan diperiksa oleh petugas kami di sana. Oya, Ibu dapat giliran nomor tiga. Sekitar dua jam lagi. Dokter sedang ada tindakan bedah sesar."
Suara dalam hati berbisik,"Ayo Nak,tendang lagi. Biar Ummi bisa lapor pada dokter,betapa aktifnya dirimu." Dan perempuan itu kembali menyeka airmata haru.
*Merayakan tendangan heboh adik bayi*