Mohon tunggu...
KOMENTAR
Puisi

Jangan Terobos Lampu Merah

26 Juli 2011   10:30 Diperbarui: 26 Juni 2015   03:22 80 0

Entah kenapa Pak Bahrum hari ini membaca koran dengan begitu seriusnya.
Sebenarnya, setiap hari dia selalu memegang beberapa jenis koran daerah dan nasional, untuk dijepitkan di kayu sebagai pegangan agar halamannya tidak berceceran.
Kantor dimana dia bekerja berlangganan empat koran, dua nasional dan dua koran lokal. Dia juga kadang heran, kenapa bisa lebih dari satu, apakah tugas staf di kantornya adalah menjadi pengamat bahasa? Setahu dia, orang-orang di kantornya sering melakukan kegiatan dengan anak-anak.
Entahlah, dia tak mau ambil pusing, yang penting pekerjaannya sebagai supir di kantor itu tetap berjalan .


Nah..sebelum hari ini, dia tak pernah tertarik untuk membaca dengan serius, paling dia membuka sekilas untuk mencari berita sepak bola dan selanjutnya dia lebih senang numpang duduk di depan komputer salah satu staf dan mengerjakan kegiatan yang baru dikenalnya:pesbuk!

Hari ini sepertinya berbeda, Pak Bahrum membuka lembaran koran di atas meja makan, kepalanya menunduk lurus dan matanya tajam menelusuri tulisan, bibirnya kadang komat-kamit seperti melapalkan sesuatu dan sesekali dia menarik nafas panjang sembari geleng-geleng kepala. Sangking seriusnya dia tak mendengar panggilan Bu Gilda- kepala bagian keuangan yang minta di antar ke bank, yang sering disebut Pak Bahrum 'wanita bertubuh subur'.

"Pak Bahrum, tolong antar aku ke BNI Jalan Pemuda ya. Saya mau menukarkan cek." panggil bu Hilda, sembari merapikan rambut di depan kaca seukuran tinggi badannya, yang tertempel di dinding sebelah toilet kantor.

"Pak Bahruuum...", setengah berteriak bu Gilda mengulangi panggilannya."Ada berita apa pak, sampai begitu seriusnya?".

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun