Mohon tunggu...
KOMENTAR
Politik

Soroti Komunikasi Publik Pejabat: Sudahkah Mereka Belajar?

8 Januari 2025   16:40 Diperbarui: 8 Januari 2025   16:35 26 0

Tahun 2024 adalah tahun yang penuh dengan agenda politik. Setelah pilpres yang digelar pada bulan Februari lalu, negara kita resmi mempunyai presiden baru. Presiden Prabowo Subianto dan wakilnya, Gibran Rakabuming Raka, telah resmi dilantik pada 20 Oktober 2024. Tak hanya berganti presiden, berganti pula para pembantu presiden yang sekarang ada di kabinet Merah Putih. Selain para menteri, staf khusus presiden, dan utusan lainnya juga mengalami banyak pergantian. Belum genap tiga bulan dilantik, publik telah dihebohkan oleh blunder yang dilakukan para pejabat Prabowo Gibran. Setidaknya ada tiga pejabat yang belum lama ini viral di media sosial akibat perkataannya yang mengundang perhatian. Mereka adalah Menteri Koordinator bidang Hukuman Hak Asasi Manusia, Yusril Ihza Mahendra, mantan Staf khusus kepresidenan bidang Kerukunan Beragama dan Pembinaan Sarana Keagamaan, Miftah Maulana, dan Juru bicara kepresidenan, Adita Irawati. Kasusnya bermacam-macam, ada yang merendahkan penjual es teh dengan kata-kata yang tak pantas, ada yang menggunakan kata berkonotasi kurang sopan, dan bahkan ada juga yang ucapannya nirempati. 

Blundernya para pejabat bukanlah isu yang baru di pemerintahan, melainkan sudah sejak zaman presiden-presiden sebelumnya. Meski pejabat-pejabatnya baru, kebiasaan komunikasi publik di depan wartawan dan kamera tetap sama. Sama-sama sering tak berpikir matang saat berbicara yang akhirnya menjadi blunder. Dari zaman pandemi covid 2020 entah sudah berapa banyak para pejabat kita yang ramai diperbincangkan di media sosial karena perkataan kontroversialnya. 

Bentuk bobroknya komunikasipejabat tidak hanya seputar perkataan blundernya, tetapi tak berkata apa-apa didepan wartawan dan masyarakat pun juga bukan cara berkomunikasi yang baik. "Bukankahdiam lebih baik dari berkata buruk?" Iya, memang, tetapi sebagai pejabatpublik, mereka harusnya mampu memberi jawaban yang informatif. Sebagai pembuatkebijakan, pejabat harus mempunyai sisi bijak untuk tampil di depan umum.Masalahnya, alih-alih berkata yang bijak dan inspiratif, mereka justru seringmengeluarkan kata-kata yang lebih cocok dijadikan guyonan. Bukannya informatif,tetapi malah "memeable," akibatnya kata-kata itu dijadikan olokan didunia maya. Masyarakat luas pun mulai berpikir bahwa pejabat pemerintah itubanyak yang bercanda, seolah tak serius dalam menjalankan pemerintahan.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun