Teman saya cenderung lebih sayang pada percakapan dalam handphonenya dan lupa kalau ia masih punya teman di radius 5 meter sekelilingnya, jarang sekali kami bicara karena Ia punya smartphone dengan fitur chatting yang serba bisa. Ia menanyakan perihal sudah maka atau belum pada kekasihnya lewat BBM tiga kali sehari, tapi melalaikan temannya ang belum makan seharian karena terbelit kutukan mahasiswa akhir bulan. Alih alih mebantu, kadang smartphone jadi bencana karena berubah jadi biang kecelakaan dijalan raya akibat manusia terlal sulit memalingkan matanya dari smartphone untuk memeriksa pesan dan chatting yang masuk. Manusia mulai melupakan dirinya sendiri bahkan lingkungannya.
Jika saya dan teman-teman dalam tongkrongan, maka hal yang pertama dicari adalah lubang stop kontak, dan menyalakan handphonenya sendiri-sendiri. Pembicaraan akan mulai beberapa perempat jam kemudian, obrolan jadi jarang dan seringkali teralihkan beberapa saat dengan notifikasi handphone. Apalagi ada salah satu orang yang sejak awal terpaku pada handphonenya sendiri dan hanya berhenti sejenak untuk menghela nafas atau menyeruput kopinya. Tidak mengganggu memang, tapi masalahnya, ada atau tidak adanya dia itu jadi sama saja bila sepanjang waktu hanya memandangi handphone. kata peribahasa arab "wujuduhu ka adamihi" adanya dia seperti tidak ada. ini jelas lambat laun akan menimbulkan masalah terhadap hubungan sosial terutama dengan lingkungan yang dekat. Atau bahkan bisa jadi lebih serius dan mejlema jadi Apatisme dan Asosial.
Eksistensial adalah suatu aliran filsafat yang kebanyakan tokohnya enggan untuk menggunakan nama itu. para toko Eksistensialisme lebih senang menyebut nama-nama lain, dan Eksistensialisme hanya sebagai suatu pendekatan filosofis terhadap realitas, khususnya realitas manusia.