Akhirnya kita berdiri di ambang batas antara fana dan nyata. Kedirianku yang lumpuh mengecap bumi kini tersesaki tangis dan air mata yang terserap tanah. Aku menelanjangi diriku dalam barisan kata tentang rindu. Barisan kata tentang buncahan cinta. Barisan kata tentang luka. Rasanya seperti puluhan jarum yang kembali terlesatkan tepat di sudut tersensitifku. Seperti kebiasaan lama, kau selalu membawa silet dibalik punggungmu. Membelah setiap bekas sayatan yang belum juga pulih. Dan aku kembali terluka.