Dalam dunia bisnis dan keuangan, terdapat dua model yang sering digunakan, yaitu sistem bagi hasil (mudharabah) yang berdasarkan hukum syariah dan sistem bunga yang umum digunakan dalam bisnis konvensional. Meski sekilas terlihat serupa, kedua sistem ini memiliki perbedaan yang mendasar, terutama dari sudut pandang hukum Islam. Mari kita bahas secara lebih sederhana.
1. Pengertian Mudharabah
Mudharabah adalah bentuk kerja sama bisnis antara pemilik modal (shahibul maal) dan pengelola (mudharib) di mana keuntungan yang diperoleh dari usaha tersebut dibagi sesuai dengan kesepakatan awal. Dalam mudharabah, pihak pemilik modal memberikan modal kepada pengelola tanpa ada jaminan keuntungan tetap. Jika bisnis tersebut untung, keuntungan dibagi berdasarkan rasio yang telah disepakati. Namun, jika bisnis rugi, maka kerugian akan ditanggung sepenuhnya oleh pemilik modal, kecuali jika kerugian tersebut disebabkan oleh kelalaian atau kesalahan dari pengelola.
Contoh Mudharabah: Misalnya, seorang investor memberikan modal sebesar Rp100 juta kepada seorang pengusaha untuk membuka usaha kuliner. Mereka sepakat untuk membagi keuntungan dengan rasio 60% untuk investor dan 40% untuk pengusaha. Jika usaha tersebut menghasilkan keuntungan Rp50 juta, maka investor mendapatkan Rp30 juta (60%) dan pengusaha mendapatkan Rp20 juta (40%).
2. Pengertian Sistem Bunga dalam Bisnis Konvensional
Sistem bunga adalah model bisnis di mana peminjam (debitur) membayar sejumlah uang lebih sebagai imbalan atas pinjaman modal yang diberikan oleh pemberi pinjaman (kreditur). Besaran bunga ini biasanya dihitung sebagai persentase dari jumlah pokok pinjaman dan dibayar secara berkala, baik bisnis tersebut menghasilkan keuntungan maupun tidak.
Contoh Sistem Bunga: Seorang pengusaha meminjam uang Rp100 juta dari bank dengan suku bunga 10% per tahun. Pengusaha tersebut harus membayar bunga Rp10 juta per tahun, terlepas dari apakah usahanya mendapatkan untung atau mengalami kerugian.
3. Perbedaan Utama Menurut Hukum Syariah
a. Unsur Risiko
Dalam mudharabah, pemilik modal dan pengelola usaha sama-sama menanggung risiko. Jika usaha untung, keduanya mendapat bagian sesuai kesepakatan. Jika rugi, kerugian ditanggung oleh pemilik modal. Sedangkan dalam sistem bunga, risiko hanya ditanggung oleh peminjam. Kreditur tetap menerima bunga meskipun bisnis peminjam merugi.
b. Kepastian Keuntungan
Mudharabah mengikuti prinsip bahwa keuntungan tidak bisa dipastikan di awal, karena bisnis adalah sesuatu yang dinamis dan penuh dengan risiko. Sebaliknya, sistem bunga menjamin pemberi pinjaman untuk mendapatkan keuntungan dalam bentuk bunga, berapa pun kondisi usaha yang dikelola.
c. Riba (Bunga) dalam Syariah
Hukum Islam melarang adanya riba, yaitu segala bentuk penambahan yang didasarkan pada pinjaman modal tanpa kontribusi produktif. Bunga dalam sistem konvensional dianggap sebagai riba, karena tambahan bunga tidak didasarkan pada keuntungan atau kerugian usaha, tetapi hanya pada modal yang dipinjam. Sedangkan, bagi hasil dalam mudharabah tidak termasuk riba, karena besarnya bagi hasil ditentukan oleh kinerja usaha dan tidak ada jaminan keuntungan tetap.
4. Dampak terhadap Kesejahteraan Ekonomi
Dalam mudharabah, hubungan antara pemilik modal dan pengelola usaha lebih adil, karena keduanya berbagi risiko. Model ini diyakini menciptakan keseimbangan yang lebih baik dalam sistem keuangan dan mendorong pertumbuhan ekonomi yang stabil. Di sisi lain, sistem bunga cenderung memberatkan pihak peminjam, karena mereka harus membayar bunga tetap meskipun kondisi usaha tidak menguntungkan. Hal ini dapat menimbulkan ketidakadilan dan memicu ketimpangan ekonom