Pernah suatu ketika saya dan beberapa teman masuk hutan. Tentunya rute yang kami jelajahi harus berjalan kaki, terkadang harus merintis jalan baru untuk sampai ke lokasi tujuan.
Saat masuk hutan, kami hanya membawa logistik utama, seperti beras, garam, dan minyak. Sedangkan untuk kebutuhan menu makanan kerap kami manfaatkan apa yang tersedia di alam. Karena berdasarkan pengalaman, cukup mudah untuk kita temukan sayuran, cabai, buahan, dan juga ikan. Cukup bermodal benang dan mata pancing, ikan pasti didapatkan.
Standar yang sama juga kami berlakukan dalam perjalanan ini. Setiap memasuki jadwal makan, kami pilih lokasi istirahatnya dekat sungai atau alur. Sehingga mudah kami mancing ikan. Sedangkan masalah sayuran sudah kami temukan sepanjang perjalanan.
Pancing pun kami siapkan, kailnya kami gunakan ranting kayu atau bambu, mana yang mudah kami temukan dilokasi. Beberapa kawan mencari belalang di dedaunan untuk pakan pancing.
Ada ikan khas di sungai dalam hutan Aceh, yaitu ikan Kereuling, mungkin bentuknya hampir menyerupai ikan dewa. Ikan Kereuling enak di bakar, di masak pedas, atau digoreng.
Hanya berbekal pancing sederhana dengan umpan belalang, sekali lembar dapat itu ikan.
Hari itu kami berjumlah lima orang. Setiap kali mancing hanya kami dapatkan sepuluh ekor ikan Kereuling. Awalnya saya berpikir biasa saja apa yang kami alami. Setelah beberapa hari di hutan, jumlah ikan yang kami dapatkan pas dua ekor perorang. Meskipun kami bisa dengan mudah melihat banyak ikan dalam sungai atau Leubok Krueng. Berulang kali kami lempar pancing ikan itu tidak kami dapat, belalang pun tidak mau dimakan.
Saya mulai penasaran apa yang diajarkan oleh alam. Saya ingin membuktikan apa benar firasat saya bahwa alam memberikan sesuatu sesuai kebutuhan kami, tidak rakus.
Saat sarapan pagi, seperti kemarin alam hanya memberikan ikan ke kami 10 ekor. Jatah dua ekor perorang. Saya hanya makan satu ekor, satu ekornya lagi sengaja saya simpan untuk makan siang.
Begitu memasuki waktu siang, kami kembali memancing di sungai. Siang itu ikan yang kami dapatkan hanya tujuh ekor.
Begitu melihat jumlah ikan yang kami dapat, firasat saya terbantahkan, dan apa yang saya pikir selama ini ternyata salah. Karena siang itu hanya ada delapan ekor ikan Kereuling, sudah termasuk satu ekor yang saya simpan waktu pagi.
Sambil makan dua orang teman tertawa terbahak-bahak. Penasaran, saya tanya kenapa? Mereka jawab, ternyata jatah kita setiap kali makan sepuluh ekor.
Saya bantah, mana ada sepuluh ekor, kan delapan ekor yang ada. Kebetulan dua orang teman tadi tahu bahwa waktu pagi tadi saya ada simpan satu ekor.
Bukan katanya, kita punya sepuluh ekor. Ternyata mereka berdua juga menyimpan ikan masing-masing satu ekor punya pagi tadi.
Apa yang kami alami merupakan pembelajaran yang paling berharga. Alam mengajari kami untuk tidak rakus. Apa yang disediakan oleh alam harus dimanfaatkan secukupnya untuk menjaga keberlangsungan ekosistem di Bumi.[]