Paska bencana terjadi, kami yang mayoritas aktivis kampus menjadi relawan pendampingan pengungsi korban bencana tersebut. Semua mahasiswa yang tinggal di asrama ikut tergabung sebagai relawan kemanusiaan kala itu.
Asrama yang kami tempati bentuknya semacam rumah panggung dengan konstruksi kayu. Didalamnya berbentuk lorong dengan posisi kamar berada di kiri kanan lorong. Posisi depan bangunan asrama terdapat teras sebagai tempat kami ngumpul. Depan asrama ada saluran irigasi, kemudian sebelahnya jalan lintasan antar kampung, dan sebelah jalan terdapat lapangan bola kaki. Jadi setiap sore kami ngumpul didepan teras sambil menonton permainan bola kaki.
Cukup banyak bantuan logistik tertampung di camp pengungsian. Mulai dari beras, mie siap saji, telur, dan beragam jenis makanan lainnya, termasuk ikan Sarden.
Suatu hari kami balek ke asrama, tentunya beberapa logistik tersebut diizinkan kami bawa pulang. Umumnya teman-teman membawa pulang mie dan Sarden.
Saat itu belum ada kompor gas, meskipun ada masih terbatas jumlahnya. Dan di asrama kami tidak satupun memasak menggunakan kompor gas, tapi kompor minyak dan bahkan ada yang menggunakan dapur kayu.
Di sore itu, ada seorang teman yang ditanggal di kamar dekat teras sedang memasak dalam kamar. Karena tidak ada ruang masak khusus, jadi umumnya kami memasak dalam kamar.
Sore itu kami sedang duduk ngobrol diteras, sedangkan teman yang satu ini berada dikamar sedang memasak. Kemudian dia keluar untuk mandi, kebetulan posisi kamar mandi berada diluar asrama. Sehingga si kawan itu mengunci pintu kamar, tanpa ada pemberitahuan apa-apa ke kami yang sedang duduk diteras.
Kami sedang asyik ngobrol di teras, tiba-tiba terdengar suara ledakan yang cukup dahsyat. Sumber suara berasal dari kamar si kawan tadi, posisi cukup dekat dengan kami yang sedang duduk di teras.
Sesaat kemudian terdengar suara kaki si kawan berlari dari sumur ke kamar. Dalam waktu bersamaan kami pun serentak menuju ke kamar dia.
Begitu pintu kamar dibuka, begitu terkejutnya kami saat melihat seisi kamar kena serpihan sarden jumbo. Spontan kami tertawa sakit perut hahahaha.
Ternyata si kawan saat memasak sarden tidak dilobangi terlebih dahulu kaleng sardennya. Kaleng sarden ukuran jumbo langsung diletakkan di atas kompor. Setelah dinyalakan kompor, kemudian si kawan keluar ke kamar mandi.
Akhirnya selama seminggu kamar itu tidak dapat ditempati karena aroma saus sarden yang luar biasa baunya.
Semoga jadi pengalaman buat pembaca. Khususnya alumni asrama mahasiswa Paya Cut, Matangglumpangdu, Kabupaten Bireuen, Aceh, pasti tahu siapa pemilik bom Sarden tersebut.[]