Berdasarkan pengamatan terhadap siswa yang sudah menguasai calistung sejak dini dan ditemukan fakta bahwa siswa yang menguasai calistung sejak dini lebih siap dalam menempuh jenjang pendidikan berikutnya dibanding yang belum menguasai calistung. Kesiapan tersebut tampak pada beberapa sikap dan perilaku berikut, di mana anak yang menguasai calistung sejak dini:
1.Lebih mandiri dan Percaya Diri
Anak-anak yang menguasai calistung sudah mampu melaksanakan tugas-tugas kesehariannya sendiri, seperti makan, mandi, tidur, hingga belajar. Mereka memahami tugas-tugasnya sebagai anak sekolah dan tugas-tugas kesehariannya. Bahkan sejak awal masuk sekolah, mereka dengan mudah lepas oleh orang tuanya tanpa harus ditunggui. Sebagian besar anak bahkan sudah mulai mampu mempersiapkan kebutuhan sekolahnya sendiri, yang berkaitan dengan perlengkapan sekolahnya.
2.Kepribadian Lebih Konstruktif
Kemampuan calistung secara signifikan memperlihatkan perkembangan tingkat kedewasaan serta kemampuan anak menyesuaikan diri dengan lingkungannya. Semakin tinggi kedewasaan anak, semakin mudah pula anak menguasai calistung, dan sebaliknya. Kedewasaan tersebut memungkinkan anak untuk bergaul dengan baik dengan sejawatnya, menghindari konflik, serta menghargai orang lain dan menyayangi yang lebih muda.
Anak-anak yang menguasai calistung pada umumnya lebih mudah diasuh oleh orang tuanya sendiri maupun di sekolah. Kondisi sebaliknya dialami oleh kebanyakan anak yang belum menguasai calistung, di mana anak-anak seperti ini umumnya masih lekat dengan sikap kekanak-kanakan yang terlalu ketergantungan pada orang tua dalam berbagai hal.
3.Mudah mengikuti pembelajaran
Anak yang sudah menguasai calistung sejak dini memiliki fokus perhatian yang baik dan memiliki motiv berprestasi tinggi. Itu sebabnya mereka lebih mudah memahami instruksi baik melalui penjelasan maupun belajar secara mandiri. Kemampuan membaca dan menulis membuat mereka dapat belajar secara mandiri tanpa terlalu banyak instruksi dari orang lain.
Anak yang terlambat menguasai calistung pada umumnya sekaligus menjadi indikator hambatan belajar. Anak-anak seperti ini biasanya mengalami hambatan belajar seperti gangguan emosi, gangguan konsentrasi, hiperaktif, dan sebagainya. Selain hambatan memahami konsep, mereka umumnya kurang memiliki motif berprestasi.
4.Senang bersekolah
Anak yang sudah menguasai calistung sejak dini merasa betah di sekolah dibanding anak-anak yang belum menguasai calistung. Kemampuan calistung membuat anak lebih siap menghadapi kegiatan sekolah. Mereka menyambut hari-hari di sekolah tanpa beban, bahkan memandang sebagai saat-saat yang menyenangkan. Kemampuan calistung membuat anak memandang sekolah dan belajar sebagai bagian penting dalam kehidupannya.
Kondisi berbeda dialami oleh anak-anak yang belum menguasai calistung. Ketidakmampuan calistung membuat anak-anak yang berkarakter introvert, tertutup, penakut atau pemalu kurang menyukai lingkungan sekolah. Mereka merasa lebih nyaman di rumah dan cenderung menarik diri dari lingkungan di sekolah. Sebaliknya, ketidakmampuan calistung pada anak-anak yang berkarakter kuat, dalam arti pemberani (Bahasa Jawa: Branjangkawat), aktif dan mudah bergaul, pada umumnya diikutii dengan sikap dan perilaku yang kurang menunjang proses pembelajaran, seperti ngambek, mengganggu, merusak, hingga berkelahi.
5.Curiosity Terarah
Anak yang menguasai calistung sejak dini memiliki keingintahuan tinggi. Mereka berusaha mempelajari berbagai hal yang mereka jumpai, seperti nama atau petunjuk jalan, merek kendaraan, papan iklan dan sebagainya. Mereka suka mempelajari berbagai petunjuk, seperti dosis obat, cara merangkai atau cara kerja suatu alat, dan cenderung banyak bertanya ketika mendapati hal baru.
Kecenderungan ini membuat anak belajar banyak hal secara konstruktif. Keingintahuan relatif tidak mengarah pada usaha mencoba-coba sesuatu yang membahayakan dirinya, orang lain atau yang dapat merusak obyek yang dihadapi.
Perhatian anak yang terlambat menguasai calistung pada umumnya lebih terfokus pada dirinya sendiri. Itu sebabnya mereka lebih memilih fokus pada permainan yang ada di hadapannya. Mereka lebih asyik dengan dirinya sendiri, permainan dengan tangan atau alat mainan yang ada di tangannya.
Anak yang terlambat menguasai calistung sebenarnya juga memiliki keingintahuan tinggi. Hanya saja, keingintahuan tersebut kurang terarah dan kurang konstruktif. Mereka membutuhkan pengawasan penuh sebab ketika tertarik pada sesuatu kurang memahami petunjuk dan berbagai larangan yang ada di depan matanya. ,
6.Konsep Diri Kuat
Kekayaan dan kepekaan terhadap informasi membuat anak yang menguasai balitung sejak dini memiliki konsep diri yang lebih kuat. Mereka memiliki kesadaran diri (self awareness) mengenai siapa dirinya dan lingkungannya, serta relatif lebih mampu membedakan baik-buruk, aman-berbahaya, pantas-tidak pantas, serta boleh-dilarang.
Kepribadian anak yang terlambat menguasai calistung cenderung kurang konstruktif. Mereka relatif sulit membedakan yang baik-tidak baik, bahkan bahaya dan tidak bahaya. Mereka umumnya cenderung egois seperti umumnya anak-anak dan sulit menerima penjelasan orang dewasa. Ketika mereka merengek meminta sesuatu sulit untuk diredam sehingga sering merepotkan orang tua.
7.Minat pada Multi Kegiatan
Penguasaan calistung tidak mengurangi minat anak untuk mengikuti berbagai kegiatan. Anak yang menguasai calistung memiliki minat pada bidang yang lebih luas, baik yang akademik maupun non akademik. Tingginya motif berprestasi membuat mereka menyukai kegiatan-kegiatan yang berorientasi prestasi.
Anak yang terlambat menguasai baca-tulis juga memiliki minat yang sama, tetapi minat mereka lebih banyak pada kegiatan yang berorientasi permainan. Minat berprestasi mereka tertuju pada permainan kompetitif dan mudah bosan bila mengikuti kegiatan yang berorientasi seni atau membutuhkan latihan rutin.
8.Kemampuan Bertransaksi
Kemampuan calistung membuat anak lebih matang dalam berinteraksi dengan lingkungan. Mereka mengetahui nilai uang, kembalian, harga barang, sehingga mampu bertransaksi sendiri dengan tingkat kesalahan yang relatif kecil. Pemahaman atas nilai uang dan barang membuat mereka relatif mudah memahami keberatan orang tua ketika menginginkan barang-barang yang berharga terlalu mahal bagi orang tuanya.
Sebagaimana masyarakat buta aksaara, anak yang belum menguasai calistung sebenarnya juga mengetahui nilai uang, tetapi relatif kurang memahami nilai barang dan uang kembalian. Mereka hanya dapat melakukan transaksi sederhana, misalnya membeli jajanan dengan harga pas dengan uang pecahan kecil.
Dampak-dampak yang dikhawatirkan terjadi pada anak yang menguasai calistung sejak dini sejauh ini tidak terjadi. Tumbuh kembang yang menguasai calistung anak secara fisik tidak berbeda dari anak yang belum menguasai calistung. Calistung justeru berdampak positif bagi perkembangan mental anak sehingga memudahkan mereka untuk belajar maupun untuk diasuh oleh orang tuanya.