Rencana pemerintah menaikkan batas PTKP dari 1.32 juta sebulan menjadi 2.0 juta perbulan bukanlah rencana sembarangan. Dengan meningkatnya batas PTKP, diharapkan daya beli masyarakat ikut meningkat.
Apabila seorang karyawan/pegawai single tanpa tanggungan yang tadinya berpenghasilan di atas 1.32 juta dikenakan PPh Pasal 21, maka dengan naiknya batas PTKP tersebut semua pegawai/karyawan yang berpenghasilan di bawah 2.0 juta tidak lagi dikenai PPh Pasal 21 tersebut. Diharapkan penghasilan yang tidak dikenai pajak tersebut oleh pegawai/karyawan tersebut menambah take home pay sehingga bisa dipergunakan untuk konsumsi.
Meskipun pemerintah--dalam hal ini Direktorat Jenderal Pajak--kehilangan potensi penerimaan pajak dari sektor PPh pasal 21, dari yang seharusnya dikenai pajak menjadi tidak dikenai pajak, tetapi pemerintah akan mendapatkan ganti dari potensi yang hilang tersebut dari sektor PPN. Kenapa? Saat uang yang tidak dibelanjakan tersebut dibelanjakan oleh masyarakat, maka atas konsumsi tersebut merupakan objek PPN.
Sebenarnya seharusnya PTKP memang dikaji dan dilakukan perubahan setiap tahun oleh pemerintah melalui Menteri Keuangan. Unsur-unsur yang mempengaruhi besaran PTKP diantaranya tingkat inflasi, besaran UMP, dan beberapa faktor lain merupakan unsur dinamis yang berubah setiap tahunnya.
Semoga rencana menaikkan batas PTKP ini menjadi angin segar bagi masyarakat Indonesia, dan mungkin saja kedepannya batas PTKP ditentukan bukan secara nasional, tetapi dibedakan untuk masing-masing daerah mengingat pertumbuhan ekonomi dan besaran UMP tiap daerah di Indonesia berbeda-beda.
Semoga!