Mohon tunggu...
KOMENTAR
Cerbung

Dia Masa Depanku (4)

15 September 2023   23:30 Diperbarui: 16 September 2023   00:01 130 0
Aku nyaris terpaku sebentar sebelum akhirnya menekan tombol hijau di HP.

"Halo?" jawabku.

"Halo Iriana, sibuk nggak?" tanya Igan

"Nggak sih mas, lagi nyantai aja hari minggu, kenapa ya mas?" sahutku

"Hangout kita yok, aku jemput deh," ajak Igan antusias.

"Ya ampun Igan mengajakku jalan, apa aku nggak salah denger," ucapku dalam hati.

"Hey, gimana? Mau kan?" pinta igan

"Oh iya..iya oke mas.. mmm.. mau kok," jawabku dengan suara terbata-bata.

"Ya udah kalau gitu siap-siap ya, aku jemput sekarang," katanya lalu mengakhiri telepon
***
Usai Igan menelepon, aku auto panik mencari pakaian apa yang sekiranya pantas aku kenakan.

Tapi kenapa aku panik ya? Igan itu siapa? Kenapa jantungku jadi nggak menentu kayak gini? Apa ini yang dinamakan cinta?

Aku menunggu kurang lebih sejam Igan menjemputku dengan motor.

"Udah siap?" tanyanya dengan memberikan helm untukku sembari melemparkan senyuman manis.

"Iya ayok," ucapku berpura-pura biasa aja. Padahal kalau boleh jujur jantungku berdegup kencang. Apalagi harus membonceng dia. Tiba-tiba tangannya meraihku dan memintaku untuk memegang pinggangnya. Entah kenapa aku tak menolaknya.

Aku sampai di sebuah mall pusat kota kawasan simpang lima. Usai memarkirkan motornya kami memasuki mall itu. Melihat sekeliling mall yang cukup rame. Ada yang berpasangan pacarnya, ada yang rame-rame dengan temannya, ada pula yang datang sekeluarga. Ini kan hari Minggu jadi pantas saja kalau Mall terlihat lebih ramai dari hari biasanya.

"Makan disana aja yok," ajak Igan sambil menunjukkan arah foodcourt yang ada di ujung.

"Iya deh aku ngikut aja," kataku.

Lagi-lagi ia meraih tanganku, menggenggamnya kuat membuatku tak kuasa menolak.

"Nah duduk disini aja, yang nggak terlalu berisik," katanya dengan menarik kursi memintaku duduk.

Kemudian tak lama kemudian waiters pun datang dengan menyodorkan menu. Aku memilih menu yang aku suka di foodcourt ini, nasi goreng dan jus alpokat. Igan pun juga memilih menu yang sama denganku. Sambil menunggu makanan dan minuman datang, kami mengobrol-ngobrol.

"Iriana..." Igan membuka obrolan.

"Iya mas?" tanyaku. Sebetulnya dari tadi aku gugup sekali berhadapan dengan dia, namun sebisa mungkin menutupi rasa gugupku.

"Boleh aku tanya sesuatu yang agak privasi?" tanyanya tiba-tiba.

"Boleh.. maksudnya gimana ya mas?"

Igan belum menjawab pertanyaanku, waiters datang mengantarkan nasi goreng dan jus alpukat yang kami pesan. Aku langsung menyeruput jus alpukat yang ada di meja.
 
"Mungkin ini sedikit tiba-tiba, tapi aku ingin tau," ucapnya.

Igan menghela napas sejenak  lalu melanjutkan pertanyaannya. "Kamu udah punya pacar?"

"Uhuk..uhuk.." aku nyaris tersedak mendengar pertanyaannya.

"Pacar? Belum sih, aku belum pernah pacaran" kataku mencoba menetralisir suasana.

"Masa belum punya. bohong nih," tuturnya.

"Iya, serius," celetukku.

Sekali lagi dia meraih tanganku, menggenggam erat lalu bertanya sambil menatapku. "Kalau misalkan nih ya, jadi pacarku mau nggak?"

Ya ampun, aku melihat matanya saja nggak kuat menolak, batinku

"Ya.... mmmm.... jalani dulu aja deh," kataku.

Kali ini kalimat yang terlontar dari mulutku tidak bisa aku tutupi, karena memang benar-benar gugup.

Aku nggak tahu, apa ini yang dinamakan cinta. Aku merasa senang bersama dia, jantungku berdegup tak karuan rasanya.

"Iriana sayang," bisik Igan.

Ups kali ini dia pakai kata sayang. Nggak papa sih, cuma masih belum terbiasa aja terdengar ditelingaku.

"Iya mas?" sahutku. Aku belum terbiasa mengucapkan kata sayang seperti dia katakan.

"Makan kali ini kamu yang bayarin ya," pintanya

"Oh iya mas," lontarku cepat. Lalu aku membuka dompet, memanggil waiters dan membayar makanan yang kami pesan tadi
***
Setelah makan kami pun pulang. Oh jadi Igan ngajak hangout karena mau nembak aku, pikirku dalam hati.

Seperti biasa aku membonceng motor Igan, dan tanganku di raihnya lalu diminta untuk memeluknya. Sepanjang perjalanan pun aku senyum-senyum sendiri. Entah lah hari ini tak ada yang aku pikirkan, serasa dunia milik kita berdua.

Setelah pergi seharian dengan Igan, sesampainya dirumah masih aja aku merasa senangnya minta ampun, senyum-senyum sendiri. Mungkin kalau ada orang lihat pasti dikira orang gila deh.
***
Keesokan harinya, berangkat sekolahpun jadi semangat.

"Apa bener ini yang di namakan cinta ya Pak?" beberku dengan Pak Sigit.

Aku menceritakan tentang semua yang terjadi antara aku dan Igan kemarin. Mulai dari ia menjemputku sampai makan siang di Mall.

"Bisa jadi tuh," jawab Pak Sigit tersenyum.

Yah begitu lah Pak Sigit orangnya nyantai, dia selalu bisa mengikuti arusku berbicara. Aku suka seperti itu, karena aku butuh dukungan apa yang aku rasakan dong.

Sesampainya sekolah, aku turun dari mobil, masih dengan suasana hepi tanpa kusadari ternyata dari tadi aku masih saja senyum-senyum sendiri sampai masuk ke ruang kelas.

"Hei... sehat kan?" tanya Ita mendekatiku yang sedang duduk.

"Eh udah dateng kamu Ta," ucapku

"Yee aku dari tadi disini kok, ngapain kamu senyum-senyum sendiri gitu?" tanya Ita lagi.

Lalu aku menarik tangan Ita supaya lebih dekat denganku. "Sini aku ceritain Ta. Kamu tau Igan?"

"Temen kamu yang model itu kan, yang waktu beberapa hari kemarin kamu ceritain sama aku?" tuturnya.

Aku memang sempat bercerita dengan Ita tentang Igan beberapa waktu yang lalu.

"Yup bener banget Ta. Jadi kemarin aku diajakin hangout tuh sama dia, terus dia nembak aku." bisikku

"Wuidiiiiihhh jadi pacaran nih kalian? Hangout kemana sih emangnya?" sosor Ita.

"Biasa lah, ke Mall. Cuma makan aja sih. Aku yang bayar kok," selorohku pada Ita

"Hahahaha" Ita tertawa terbahaj-bahak hingga terdengar oleh teman yang lain.

"Eh jangan kenceng-kenceng dong ketawanya, kenapa sih emang? Apanya yang lucu?" Aku  menggerundel pada Ita. Habisnya aku sedang cerita serius eh dia malah ketawa.

"Duuh kamu ini bodo atau gimana sih? Iriana...Iriana.. plis deh kamu itu cewek lho, ngapain repot-repot bayarin dia makan? Cowok matre tuh,"terang Ita

"Masa bayarin makan aja dibilang cowok matre sih? Nggak lah, kamu aja tuh yang belum kenal dia," sanggahku.

Aku memang sedikit tersinggung dengan pendapat Ita.

"Iya deh terserah kamu aja. Mungkin saat ini tuh kamu lagi ditutupin yang namanya cinta," cibir Ita.

Ah masa bodo amat dengan apa yang dikatakan Ita, toh yang penting aku seneng kan.

Mungkin bener apa kata orang, ini yang dinamakan cinta. Hari-hariku seperti lebih berwarna aja sih setiap harinya. Di sekolah, di rumah, di mobil aku selalu sibuk dengan membalas chatingan Igan.

Meskipun Igan memiliki paras yang tampan, namun ia terlahir dari orangtua yang biasa saja.

Wajar jika Igan jarang mempunyai uang sehingga sering aku yang bayar ketika makan bareng bahkan sampai kuota internet aku yang beli.

Biarlah teman-temanku menilai Igan itu cowok matre atau apalah yang penting aku nyaman menjalani hubungan dengan dia.

Sekolah jadi semangat, berangkat untuk latihan model pun semangat.
***
Finaly hasilnya aku jadi makin pede. Yes, udah nggak kayak dulu lagi yang minderan. Berbagai macam lomba model aku ikuti dan akhirnya banyak piala menumpuk di rumahku. Itu semua karena Igan dong, siapa lagi.

"Wah kayaknya udah makin pede nih, udah beda kayak dulu," mamaku tiba-tiba membuka pintu tanpa mengetuk.

Sontak aku pun kaget. "Ah mama ini bikin kaget aja."

"Kok kaget? Lagi ngelamun ya? Oh Mama tahu nih, pasti ada penyemangatnya kan yang bikin tambah pede?" ledek mamaku.

"Apaan sih Ma," tukasku.

Aku pura-pura cuek, tapi sepertinya mamaku tahu apa yang aku rasakan.

"Udah nggak usah bohong lah sama mama. Mama itu serba tahu lho, apalagi soal anaknya pasti tahu. Mama yakin kamu lagi jatuh cinta sama Igan kan?" goda mamaku

"Aduh apaan sih, Mama ini sok tahu deh." sanggahku singkat dan pura-pura memainkan hp. Sebenarnya aku tersipu melihat Mamaku meledekku seperti itu.

"Kalau iya juga nggak papa kok, kamu kan udah dewasa, yah yang penting bisa jaga diri aja,"pesan mamaku

"Iya..Iya Ma.. ya udah Ma, aku mau belajar dulu nih, besok ada ulangan Mama malah bahas yang nggak penting.

Mamaku pun langsung keluar kamar sambil senyum-senyum. Aku dengan sigap menutup kembali pintu kamarku.

"Mama kok bisa tahu sih. Aduh malu-maluin aja." Batinku.

Aku lalu mulai membuka buku paket biologi, mulai menghafalkan per bab, besok ulangan dan aku harus dapat nilai yang memuaskan. Bukankah kalo kata orangtua itu pacaran boleh saja asalkan bisa memotivasi kita.***

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun