Mohon tunggu...
KOMENTAR
Cerbung

Dia Masa Depanku (3)

14 September 2023   16:58 Diperbarui: 14 September 2023   17:07 94 0
Keesokan harinya aku masih melihat bekas memar di pipi Sukma.

"Masih sakit?" tanyaku di pagi hari ketika memasuki ruang kelas.

"Nggak biasa aja. Ya masih sakit lah, gitu aja pakek nanya," sungut Sukma.

"Yee nih anak ditanyain baik-baik malah sewot jawabnya," kataku singkat.

"Habisnya nyebelin kamu sama Ria tuh sama aja nggak ada bedanya."celetuknya

"Lah apa maksudnya nih?" tanyaku sambil meletakkan tas sekolah di bangku.

"Udah tau aku kena tampar, eh kalian malah bengong aja. Belain kek atau tampar balik kek," protes Sukma

"Maaf deh maaf. Bukan maksud nggak mau belain. Tapi aku juga nggak berani kalau melawan Mitha," kataku tersenyum.

Mitha and the gank memang terkenal di sekolah kami dan tak ada satu pun orang yang berani untuk melawannya. Termasuk aku dan Ria. Meskipun Sukma itu sahabatku, kalau udah berhadapan sama Mitha lebih baik mundur deh aku.

Mitha sendiri sebenarnya orangnya baik, supel. Tapi kalo untuk urusan cowok, ada yang deketin cowoknya hmmmm jangan main-main deh ya.

"Pagi Sukma," Sapa Miar.

Miar adalah cowoknya Mitha. Orangnya sih bisa dibilang nggak tampan alias biasa aja. Hobinya tiap hari godain Sukma. Itu lah yang bikin Mitha salah paham. Dikirain Sukma yang sering godain Miar, padahal cowoknya aja tuh yang kegatelan.

"Aduh udah deh Mi, kamu nggak lihat apa tuh pipi Sukma jadi merah kayak gitu gara-gara kamu," kataku tiba-tiba.

"Loh..loh.. emangnya kenapa pipimu? Kenapa merah begitu? Kok bisa gara-gara aku?" tanya Miar dengan gayanya yang sok perhatian.

Ketika Miar hendak mengusap pipi Sukma yang terkena tamparan Mitha, tiba-tiba Mitha sudah ada di belakang Miar.

"Hai Sayang," kata Mitha sambil memeluk Miar dari belakang.

"Oh hai juga sayangku, udah datang kamu rupanya," sahut Miar lalu menoleh ke arah Mitha dan mengecup pipinya dengan manja.

Uh dasar cowok playboy, batinku.

"Ini lho sayang, hmm aku lupa ngerjain PR fisika, mau nyontek punya Iriana, iya kan Iriana?" tanya Miar dengan mengerlingkan mata seolah memberiku kode.

"Oh iya, ini PR fisikanya," jawabku sambil menyodorkan buku ke arah Miar.

Dengan cepat buku itu di ambil Miar di bawanya duduk ke bangkunya. Aku masih memperhatikannya. Miar menyalin PR fisika itu ke buku miliknya. Ingin rasanya aku bongkar semua bahwa Miar lah yang selalu menggoda Sukma. Sukma tak mempunyai salah apapun. Tapi mulutku seperti tak kuasa. Sebenarnya kasihan juga Sukma, hampir tiap hari menjadi bulan-bulanan Mitha.

Tak terasa aku sudah tiga tahun bersekolah di sini. Suka duka semuanya aku alami. Sebentar lagi aku akan lulus dan mulai kehidupan baru lagi di SMA. Orangtuaku pun mulai sibuk mencarikanku sekolah yang bagus.
***
Menginjak masa SMA tentunya usiaku makin dewasa. Aku mendafar di SMA Negeri dan seperti biasa aku mulai beradaptasi dengan lingkungan baru, teman baru, dan juga mata pelajaran yang baru pula.

Yah seperti biasa lah aku harus melewati yang namanya Masa Orientasi Sekolah dan mulai mendapatkan teman-teman yang baru. Pertama kali aku kenal dengan seorang teman bernama Ita. Ita bukan dari keluarga yang berada, mungkin bisa dibilang pas-pasan lah. Setiap harinya pun berangkat ke sekolah naik angkutan umum. Tentu saja hal ini berbanding terbalik dengan kehidupanku. Bukan berarti sombong, tetapi memang kenyataannya sepertu itu kan. Aku di antar jemput sopir setiap harinya, jadi ya aku tidak pernah merasakan bagaimana rasanya naik angkutan umum.

Nah meskipun sudah menginjak masa SMA, masalah dalam diriku sendiri adalah kurangnya rasa percaya diri. Orangtuaku pun tahu akan kelemahanku itu. Sikap kurang percaya diri yang ada dalam diriku ini tentu saja membuat orangtuaku khawatir. Hingga suatu saat terbersit lah ide mamaku untuk mendaftarkanku di salah satu Modelling School yang ada di Semarang.

"Kamu mau nggak kalo ikut Modeling School? Biar lebih Pede, masa udah gede kok minder gitu," tanya mamaku sambil menonton tv.

"Boleh, kalo mama ada channel sih aku oke aja," jawabku antusias sambil meletakkan hp yang dari tadi ku mainkan.

Entah kenapa kali ini aku antusias, padahal untuk berbicara di depan kelas saja nggak ada mental, tapi entah kenapa tawaran mamaku untuk mengikuti Modelling School malah aku jawab dengan antusias.

"Mama baca-baca tuh di internet, ada pendaftaran Modelling School, ya buat nambah percaya diri sekaligus kegiatan kamu pulang sekolah," tambah mamaku.

"Boleh tu Ma, mulai kapan pun aku siap," jawabku.

"Iya sabar dulu, Mama kan harus tanyakan dulu. Pokoknya nanti kalo udah beres, Mama kabari kamu," imbuh mamaku sambil senyum kepadaku.

Mamaku memang mempunyai watak yang lemah lembut, berbeda dengan Ayahku yang keras kepala. Hanya saja mamaku ini terkadang pemikirannya masih kolot sehingga membuat aku tak sependapat dengannya.

Beberapa hari kemudian mamaku mendaftarkanku ke Modeling School itu dan aku mulai ke tempat tersebut pada sore hari usai pulang sekolah.

Pertama kali aku datang ke tempat itu, nyaris down aku dibuatnya. Bagaimana tidak?

Ditempat ini justru nyaris dibuatnya menjadi lebih menurunkan percaya diri.

Aku memaksakan diri untuk masuk ke ruangan tersebut. Aku melihat mamaku sedang asyik mengobrol dengan pelatih model yang akan mengajariku nanti. Selain itu aku juga mendengarkan musik yang ekstra kencang, mengiringi para modeling berlenggak lenggok menunjukkan aksinya.

Belum lagi melihat para modeling yang tampan dan cantik. Dengan tubuh proporsional mereka dengan luwesnya berlenggak lenggok. Meskipun ada juga sih yang tubuhnya gemuk, pede juga berlenggak lenggok tanpa memikirkan pantas atau tidak dilihat orang.

OMG apakah aku akan seperti itu? Apa aku pede jika harus berlenggak lenggok seperti mereka? Rasanya aku ingin mundur saja dari sini.

Its oke, karena mamaku sudah terlanjut mendaftarkan aku masuk ke dunia modeling ya mau bagaimana lagi. Aku harus menjalani ini, toh memang mamaku juga inginnya aku latihan pede kan.

Ditempat itu aku berjabat tangan dengan pelatih modelku, Mas Bayu. Kemudian berkenalan dengan teman-teman baru disana juga. Yah meskipun terlihat sedikit kaku, untungnua di tempat itu teman-temannya asik sehingga membuat aku lumayan cepat beradaptasi.

Setelah itu mulailah di hari pertamaku untuk latihan. Bukan pelatihnya ternyata yang mengajariku. Ia memiliki dua orang asisten, cewek dan cowok.

Pantas saja jika dua orang ini jadi asisten, batinku.

Parasnya yang satu tampan dan satunya juga cantik, ditambah lagi bodynya yang tinggi semampai membuatnya pantas di bilang seorang modelling. Aku sempat berkenalan dengan mereka sebelumnya. Hana dan Igan namanya.

Saat jam istirahat kami sempat mengobrol ini itu mulai dari sekolah dimana, tempat tinggal, dan lain lain. Tiba-tiba saat kami mengobrol, Hana dengan spontan berkata "Tuh, kalo belum ada pacar, mending sama si Igan aja tuh dia juga udah kelamaan jomblo," canda Hana sambil melirik Igan.

Igan yang ada disebelah Hana tersenyum mendengar ledekan tersebut.

Igan usianya dua tahun lebih tua dari aku, kulitnya putih, tingginya mungkin sekitar 185 cm, yah pokoknya sempurna deh kalo dibilang model.

Awalnya aku hanya kagum dengan dia, suka aja sama ketampanan yang dia miliki. Cinta?

Kan sudah aku bilang, yang namanya cinta itu seperti apa aku nggak ngerti. Seperti apa rasanya nggak ada yang bisa jelasin sama aku. Hidupku sih enjoy bareng temen-temen aja.
***
Hari ini adalah hari Minggu. "Ah waktunya untuk sedikit santai," pikirku.

Namun baru saja ingin bersantai tiba-tiba handphoneku berdering.

"Siapa sih lagi pengen nyantai gini telepon?" batinku.

Aku melotot kaget melihat nama yang ada di HP. "OMG, Igan telepon?" ***


KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun