"Jaden, Kalo kita sudah besar nanti kita harus sama sama terus ya, kita kejar mimpi kita sama sama di kota besar itu" ucap luna.
"Iya luna, aku janji sama kamu. Kita berdua akan selalu bareng-bareng buat gapai mimpi kita sampai sukses nanti." balas jaden.
"Kamu jangan tinggalin aku sendiri ya di desa ini? juga sebaliknya, aku mau terus sama kamu" kata luna.
"Aku janji luna, aku bakal terus sama kamu" jawab jaden.
    Janji itu menjadi pegangan mereka. Setiap hari mereka belajar dengan giat untuk menggapai cita cita mereka, setelah pulang sekolah luna akan selalu membantu kedua orang tuanya bekerja sedangkan jaden fakus dalam pendidikan nya untuk mengejar beasiswa.
    Namun, Seiring berjalannya waktu semuanya mulai berubah. Setelah kelulusan, Jaden mendapat beasiswa kuliah dikota besar. Luna di kabarkan oleh jaden, luna sangat bangga dengan jaden tetapi satu sisi luna merasa gelisah dan sedih. dan sadar bahwa dirinya belum bisa ke kota besar untuk melanjutkan pendidikannnya di kota besar.
"Luna, Bulan depan aku akan berangkat ke kota. Apa kau mau ikut? aku carikan pekerjaan untuk mu disana" Ucap jaden
"Maaf jaden, aku belum bisa ibu ku masih membutuhkan bantuanku ayahku juga" Balas luna sambil menahan nangis.
"Jangan khawatir luna, setelah aku lulus kuliah dan sukses. Aku akan membantu kamu, Aku janji"
Waktu berlalu, Jaden pergi. dan luna melanjutkan pekerjaan nya didesa dan jaden memulai hidup baru nya di kota besar
    Awalnya, Jaden sering mengirim kabar, mengisahkan kehidupannya di kota. Namun, perlahan komunikasi mereka memudar.
    Setahun berlalu, dua tahun, hingga akhirnya enam tahun tanpa kabar dari Jaden. Luna hanya mendengar isu-isu bahwa sahabatnya kini telah menjadi orang sukses, bekerja di perusahaan besar.
    Luna memutuskan ke kota untuk menemui jaden dan mencari pekerjaan. Ketika akhirnya sampai di kota. Ia melihat jaden mengenakan jas rapi dan berjalan bersama rekan-rekan kerjanya, Luna melambalkan tangan.
"JADEN" panggilnya.
Jaden menoleh, kaget melihat wajah yang ia kenal itu. Namun, ekspresinya pangsung berubah dingin.
"Luna? Apa yang kau lakukan di sini?" tanyanya.
"Aku datang menemuimu. Kau janji akan membantuku, kan?" Â Luna tersenyum, berharap.
Namun, Jaden hanya tersenyum tipis. "Raka, hidupku sekarang berbeda. Aku sibuk,
dan... maaf, aku tidak bisa membantumu"
Jaden terdiam, merasa bersalah. Namun, ia tetap memilih melupakan, meninggalkan Luna berdiri sendiri di tengah keramaian kota.
Hari itu, Luna sadar bahwa tidak semua janji sahabat akan ditepati. Meski hatinya hancur, ia memutuskan untuk melangkah pulang ke desanya nembawa pelajaran berharga.