Artinya, si Tomcat kini sudah masuk dan muncul ke ranah yang lebih luas, di media tentunya. Seolah-olah, semua info yang keluar dari “mulut” media selalu bisa bikin heboh, tak terkecuali jenis kumbang hitam orange yang memiliki panjang tubuh sekitar 7-10mm ini. Pertanyaannya, terus pada kemana berita-berita yang muncul tentang si polisi ganteng, persidangan kasus korupsi dan duka kekalahan timnas kawan-kawan Andik Virmansyah dengan Brunai Darussalam beberapa minggu yang lalu? Terkecuali berita seputar kondisi persepakbolaan tanah air yang hingga kini masih terus menghiasi beberapa stasiun televisi (yang berkepentingan) dari “kedua kubu” yang berseteru. Lagi-lagi peran media begitu besar dalam hal ini. Sepertinya masyarakat begitu cepat menerima juga begitu cepat melupakan informasi tersebut. Ada baiknya juga, namun justru disinilah letak titik kelemahan yang bisa diambil oleh para pakar media dalam mengubah persepsi masyarakat melalui media, “manipulasi persepsi” muncul kembali.
Kekawatiran beberapa pakar, ilmuwan dan guru besar serangga mulai muncul dengan beredarnya pemberitaan akan berbahayanya si Tomcat ini. Sebab, menurut mereka si Tomcat ini pernah mengalami penyebaran besar terjadi pada tahun 1908 dan 1915. Namun keberadaan si Tomcat justru menjadi sahabat bagi para petani yang berperan sebagai predator hama wereng pada musim tanam padi. Sehingga sudah sejak lama keberadaanya dalam siklus rantai makanan punya peranan penting menjaga ekosistem. Beberapa wilayah Indonesia saat ini sedang melaksanakan panen padi, sehingga ada kemungkinan persawahan yang menjadi habitat si Tomcat terusik, jadi mereka harus berpindah tempat. Ditambah cuaca beberapa hari terakhir disertai angin kencang juga dapat memicu penyebaran si Tomcat lebih jauh masuk ke pemukiman warga, dan kebetulan kumbang ini juga sangat menyukai cahaya yang terang.
Bagi para petani atau yang sudah terbiasa hidup diarea persawahan, keberadaan hewan ini menjadi hal yang lumrah. Bisa jadi mereka hidup berdampingan yang saling menguntungkan. Oleh karena itu, untuk mengurangi kepanikan dari sejumlah warga, dibutuhkan media informasi yang berimbang, artinya sikap waspada tetap diperlukan namun tidak harus panik. Lagi-lagi peran media dibutuhkan untuk meredam kepanikan warga, selain itu juga bisa dibantu oleh peran beberapa pihak atau Dinas terkait dan bisa berkolaborasi dengan dinas lainnya, misal memanfaatkan lembaga pendidikan seperti sekolah-sekolah untuk bisa membantu sebagai penyambung lidah penanganan dan antisipasi yang tepat akan fenomena ini. Peran guru atau praktisi terkait bisa memberikan bahan pelajaran, pengertian bahkan mengenai cara penanganan kepada murid-murid sekolah untuk bisa diteruskan ke dalam lingkup keluarga mereka dirumah.
Tentang racun yang berada ditubuh si Tomcat yang diberitakan oleh media lebih berbahaya 10 kali lipat dari racun ular cobra, mengutip pernyataan Guru Besar Entomologi (Ilmu Serangga) IPB Soemartono Sosromarsono, "Tidak bisa diterima logika, jika dikatakan racun Tomcat sepuluh kali lebih keras dari ular kobra. Racun kobra masuk ke dalam darah sementara racun Tomcat hanya ada di kulit, itupun jika tergosok. Jika kena kulit hanya kemerahan saja, sama sekali tidak melepuh seperti diberitakan media,". Racun Tomcat tidak akan menempel dikulit jika tubuh Tomcat tidak rusak. Rusaknya tubuh Tomcat bisa karena tergencet sesuatu sehingga racun keluar dan menempel baik langsung ke kulit atau melalui media lain seperti pakaian misalnya. Penanganan yang benar akan mengurangi resiko yang disebabkan racun kumbang ini, seperti membersihkan menggunakan air dan sabun sesegera mungkin jika terkena.