Tidak lama kemudian, IDA menayangkan sebuah tulisan lain berjudul: Membedah Sesat Pikir (Ekuivokasi) yang isinya adalah tanggapan atas artikel saya di atas. Tanggapan ini tidak saya pusingkan karena isinya tidak berbeda jauh dengan artikel IDA yang pertama yang sudah saya tanggapi. Saya hanya mampir dan mengucapkan terima kasih atas tanggapannya di kolom komentar.
Lalu, IDA pun menayangkan tulisan berikut lagi dengan judul: Merdunya Sebait Nyanyian Caci Maki Mengiring Sebuah Penghakiman. Pada artikel ini, rupanya IDA memahami bahwa istilah "straw man" yang saya gunakan untuknya dalam komentar tanggapan saya pada kolom komentar artikel saya di atas (Ekuivokasi), sebagai bentuk caci maki.
Karena itu melalui tulisan ini saya ingin memberikan klarifikasi singkat saja bahwa istilah "straw man" yang saya gunakan tersebut bukan caci maki.
Istilah straw man yang saya gunakan adalah bentuk singkat dari istilah teknis dalam logika (aturan-aturan penalaran) yang dikenal dengan straw man fallacy. Saya sudah pernah menulis mengenai sesat pikir ini yang saya sebut sebagai "Argumen Orang-orangan Jerami". Bukan hanya itu, sudah terlalu banyak tulisan saya di Kompasiana yang di dalamnya saya memberikan cautions supaya kita menulis atau memberikan tanggapan dengan menghindari sesat pikir tersebut. Termasuk juga dalam berbagai komentar di berbagai tulisan, saya menggunakan istilah tersebut.
Sejauh ini tidak satu pun Kompasianers yang membaca tulisan saya mengenai straw man fallacy termasuk juga yang membaca komentar-komentar saya di mana saya menggunakan istilah straw man menganggap itu sebagai caci maki. Mereka paham bahwa itu adalah sebutan dari salah satu sesat pikir informal dalam ranah logika. Itu adalah terminus technicus (istilah teknis).
Menariknya, IDA yang menulis artikel dengan menggunakan istilah sesat pikir pada judul tulisannya, dan imply-nya dia paham soal logika, justru memperlihatkan ketidakpahamannya melalui tulisan di atas bahwa istilah straw man itu adalah istilah teknis atau nama dari sebuah sesat pikir informal dalam logika.
To be sure, IDA tidak perlu mengingatkan saya akan caci maki yang memang melanggar Netiket maupun melanggar aturan-aturan penalaran. Dalam logika, melakukan caci maki dikenal dengan sebutan: abusive ad hominem!
Justru dengan salah memahami istilah straw man yang saya gunakan, lalu menelorkan kesalahpahaman itu dalam bentuk tulisan ofensif terhadap saya melalui judul: Merdunya Sebait Nyanyian Caci Maki..., IDA memang sekali lagi melakukan straw man fallacy.
Maka, melalui artikel ini juga, saya ingin memberikan beberapa petunjuk praktis supaya kita terhindar dari melakukan straw man fallacy:
- Jangan terburu-buru memberikan tanggapan terhadap sebuah isu atau tulisan atau komentar tanpa terlebih dahulu memahami secara tepat original intention-nya.
- Jika Anda belum yakin akan maksud si penulis atau si pemberi komentar, gunakan sebuah sarana retorika yang namaya "pertanyaan klarifikasi", mis. "Apakah saya tepat memahami maksud Anda bahwa....", dll.
- Setelah mendapatkan kejelasan dari yang bersangkutan dan Anda masih memiliki keberatan, silakan memberikan tanggapan kritis Anda.
- Jangan ngotot jika kepada Anda sudah diperlihatkan bahwa Anda melakukan straw man, sebab yang menjadi acuan adalah original intention dari si pembuat klaim atau si pelontar komentar.