Mohon tunggu...
KOMENTAR
Politik Pilihan

Fadli Zon, Sang Debator Jempolan!

4 Juni 2014   06:07 Diperbarui: 23 Juni 2015   21:44 22 0

  1. Kriteria yang diciptakan Fadli Zon di atas menjadi bumerang bagi Gerindra sendiri karena faktanya, Jokowi didukung oleh Gerindra ke Jakarta tatkala Jokowi masih menjabat sebagai walikota Solo untuk yang kedua kalinya. Sirait benar bahwa ini kriteria yang inkonsisten! Tetapi, inkonsistensi dari kriteria itu belum membuktikan bahwa kriteria itu salah! Misalnya, saya menyatakan "Jangan mencuri", padahal saya mencuri, itu berarti saya tidak konsisten. Tetapi, ketidakkonsistenan saya tidak membuat pernyataan saya mengenai jangan mencuri itu salah!
  2. Ketika diserang inkonsisten oleh Sirait, Fadli Zon mengubah kriteria di atas dari "menyelesaikan masa jabatan" menjadi "menyelesaikan masa jabatan yang pertama" [ini implisit dari jawaban Fadli]. Artinya, dengan mengubah definisi ini, Fadli Zon ingin melepaskan diri dari inkonsistensi pada poin pertama di atas! Sayangnya, dengan mengubah cakupan kriteria itu, Fadli Zon telah melakukan sebuah sesat pikir bernama ekuivokasi. Sesat pikir ini terjadi, ketika seseorang berargumen dengan mengubah definisi awalnya hanya untuk mencocokkan dengan posisinya sendiri.
  3. Tidak ada alasan objektif untuk menjadikan kriteria "menyelesaikan masa jabatan" sebagai acuan untuk menilai karakter Jokowi. a) Tidak ada UU yang mendukung kriteria tersebut; b) pencapresan Jokowi bukan semata-mata keinginan Jokowi tetapi keinginan masyarakat yang melihat kinerja bagus Jokowi baik di Solo mau pun di Jakarta. Artinya, perihal pencapresan Jokowi tidak boleh semata-mata dilihat sebagai sebuah keinginan pribadi! Dengan kata lain, Fadli Zon menciptakan sebuah kriteria palsu (false criteria). Dan kebetulan sekali kriteria palsu ini juga memiliki tempat dalam jejeran sesat pikir dengan nama yang sama yaitu false criteria fallacy.
KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun