http://cdn.klimg.com/merdeka.com/ Di dalam sistem demokrasi, semua orang boleh dan bebas menyuarakan pendapat. Termasuk, tanpa memandang suku, agama, dan golong, orang memiliki kesempatan yang sama, tentunya jika berkualifikasi, untuk menduduki jabatan tertentu. Demokrasi tidak berarti
ex lex (tanpa hukum). Ada konstitusi sebagai pengatur dan pembatas. Pengatur penyuaraan pendapat supaya tidak melantur dan pembatas bagi sejauh mana orang boleh dan bebas menyuarakan pendapat supaya tidak liar. Tanpa ini, itu bukan bebas, melainkan liar! Fadli Zon mengkritik langkah Ahok atas surat rekomendasi pembubaran yang dilayangkan ke Mendagri. Dua di antaranya berkait demokrasi, akan saya bahas di sini. Sebagai catatan, langkah Ahok adalah langkah yang konstitusional!
FZ: Keberadaan FPI adalah bagian dari demokrasi Betul bahwa keberadaan FPI adalah bagian dari demokrasi. Tetapi ini adalah asersi yang simplisitik bahkan
misleading dalam implikasinya. Simplisistik karena persoalannya bukan keberadaan (eksistensi) FPI
per se yang dipersoalkan. Yang dipersoalkan adalah kiprah dan tindak-tanduk FPI yang anarkis dan rasis. Soal anarkisme FPI, itu sudah jadi aksioma. Soal rasisnya FPI, jelas bahwa FPI menolak Ahok, salah satunya adalah bahwa Ahok bukan seorang Muslim.
Clear like a cyrstal! Penolakan FPI terhadap Ahok berdasarkan alasan di atas, bukan semata-mata berimplikasi pada Ahok sebagai
pribadi, melainkan lebih luas dari itu, berimplikasi pada sistem demokrasi itu sendiri. Suara FPI adalah suara melawan demokrasi. Ahok memangku jabatan sebagai Gubernur DKI atas dasar konstitusi yang mengatur kesetaraan hak setiap warga NKRI untuk berkesempatan menduduki jabatan tersebut. Ini adalah alam demokrasi yang ber-
hukum. Suara FPI justru adalah suara melawan
hukum. Ini semacam menggunakan demokrasi (kebebasan pendapat) untuk membunuh demokrasi (kesetaraan hak setiap warga negara untuk memangku jabatan pemerintahan tanpa pembedaan SARA). Membiarkan FPI dengan kiprah semacam di atas, berarti membunuh kebebasan itu sendiri.Kebebasan itu sendiri mengasumsikan batasan-batasan yang diatur oleh hukum. Tanpa batasan-batasan ini, kebebasan itu bukan lagi sebagai kebebasan melainkan sebagai ke-
liar-an. FZ, ente
straw man!
FZ: Jika Ahok merasa dirugikan seharusnya menuntut secara hukum, bukan melayangkan surat pembubaran FPI Menyimak pada argumen saya di atas, terlihat jelas bahwa FZ bukan hanya
straw man soal demokrasi dan implikasinya, melainkan juga
straw man soal titik-tolak Ahok dalam melayangkan surat pembubaran FPI. Surat rekomendasi pembubaran itu dilayangkan Ahok karena bagi Ahok kiprah FPI itu melawan hukum. Ini harus dilihat sebagai akumulasi dari kiprah FPI sepanjang keberadaannya di wilayah NKRI ini. Komentar FZ memberi kesan bahwa ini adalah sesuatu yang
purely personal. Padahal seperti yang sudah dikemukakan di atas, FPI telah menginjak-injak demokrasi dan melakukan serangkaian tindakan anarkis yang melanggar hukum termasuk sangat kuat menyuarakan aspirasi yang sarat SARA!
For the sake of consistency, jika suara FPI dianggap bagian dari demokrasi (padahal lebih tepat: memanfaatkan demokrasi untuk membunuh demokrasi!), lalu mengapa suara Ahok melalui suratnya yang notabene konstitusional itu dianggap bukan bagian dari demokrasi, malahan dianggap konyol oleh FZ? Komentar-komentar FZ seputar surat rokemondasi pembubaran FPI oleh Ahok jauh dari kesan bahwa FZ paham apa itu demokrasi serta implikasi-implikasinya. Atau mungkin lebih murah hati untuk menganggap FZ pura-pura tidak paham apa itu demokrasi.
KEMBALI KE ARTIKEL