Langkah pertama untuk dapat memanfaatkan peluang adalah dengan menyingkirkan berbagai penghalang yang ada. Hal ini berlaku di hal kebijakan dan teknis. Jika kita melihat lagi pengelolaan sampah di Indonesia, perubahan tidak akan mungkin terjadi tanpa didahului menyingkirkan penghalang yang ada. Â
Kita membutuhkan perubahan radikal dalam pengelolaan sampah Indonesia. Solusi bagi potensi sampah di Indonesia tidak terletak pada pemilihan teknologi yang tepat untuk mengolahnya. Solusinya adalah kombinasi 5 hal yang sebenarnya sudah lama didengungkan oleh pemerintah sendiri. Keterlibatan masyarakat, penegakan regulasi, kualitas kelembagaan pengelola sampah, pembiayaan, dan operasional.
Berdasarkan data Administrasi Kependudukan (Adminduk) per Juni 2021, jumlah penduduk Indonesia adalah sebanyak 272.229.372 jiwa. Dengan jumlah penduduk sebanyak itu berarti potensi volume sampah Indonesia tahun 2022 mendatang sebanyak 190,5 ribu ton per hari.
Total dalam setahun depan, potensi sampah Indonesia sebesar 68,6 juta ton. Naik sekitar 1 juta ton dibanding tahun 2021 di angka 67,8 juta ton. Ini benar-benar sejumlah peluang yang sangat besar jika kita bisa memanfaatkannya dengan baik.
Angka potensi sampah didasarkan pada hasil hitung jumlah penduduk Indonesia dikalikan 0,7 kilogram (kg) asumsi timbulan sampah per orang. Dengan makin beragam, bervariasi, dan makin instannya usia produk atau kemasan, mungkin sekarang sebenarnya potensi sampah per orang sudah mencapai 1 kg atau lebih. Namun, kita tetap akan mengikuti asumsi yang paling konservatif dari pemerintah.
Apa Langkah Pemerintah?
Sampai saat ini pemerintah masih belum punya langkah konkrit yang menyeluruh, sistemik, dan berkelanjutan mengelola potensi sampah. Program dan kegiatan yang dimiliki oleh berbagai kementerian terkait masih parsial dan jauh dari kata berkelanjutan.
Kita tentu masih menunggu langkah konkrit pemerintah untuk menciptakan solusi yang jelas. Karena ketidakjelasan pemerintah di pusat -utamanya kementerian- akan membuat eksekutif teknis di tiap pemerintah daerah provinsi dan kabupaten/kota juga tidak jelas dalam mengelola sampah.
Sebagai bahan baku ekonomi, sampah memang bisa saja diolah oleh sejumlah pengusaha sampah yang bergerak demi usaha mereka. Tapi, ini sama sekali bukan solusi. Karena pada umumnya pengusaha yang bergelut di pengolahan sampah kecil komitmennya dalam upaya perlindungan lingkungan.
Memang betul para pengusaha sampah mengolah sampah, tapi jumlah sampah yang mereka olah sangat kecil. Yaitu, hanya sampah yang mereka perlukan saja untuk kegiatan usaha mereka. Sementara sampah yang bukan bahan baku usaha mereka, tentu mereka tak akan mau ambil pusing.
Pengusaha pengolah sampah pada umumnya bekerja mengolah plastik, kertas, dan logam dengan pola yang sangat selektif. Sehingga tak signifikan mengurangi sampah ke TPA.
Program pemerintah seperti bank sampah dan TPS 3R juga rupanya belum banyak membantu pengelolaan sampah sehingga bisa mengurangi sampah ke TPA. Mereka yang diharapkan bisa menjadi ujung tombak pengelolaan sampah, malah ikut-ikutan ber-mindset pengusaha sampah pada umumnya. Hanya urus sampah yang bisa dijual saja, sisanya tetap mengalir ke TPA. Dan yang mengalir ke TPA itu sampah sebagian besarnya.
Berdasarkan rilis Kementerian LHK tahun 2020 lalu, bank sampah, TPS 3R, dan semua pengusaha sampah baru menyumbang 3 persen pengurangan sampah ke TPA dari 32 persen sampah nasional yang tertangani. Sementara 29 persen lainnya adalah sampah yang berhasil ditangani pemerintah kabupaten dan kota masuk ke TPA-nya masing-masing. Sisanya, 68 persen sampah tercerai-berai di jalanan, lapangan terbuka, sungai, danau, pantai, laut, gunung, dan tempat-tempat pembuangan sampah ilegal lainnya.
Target Penerapan EPR
Waktu demi waktu rencana penerapan Extended Producer Responsibility (EPR) terus tertunda. Konon tahun 2022 target terakhir EPR akan diterapkan. Meski begitu, persiapannya tak terlihat sama sekali padahal 2022 sudah di depan mata.
Kalau EPR akan diterapkan pada tahun 2022 maka, masyarakatlah yang harus paling banyak mendapatkan edukasi dan sosialisasi mengenai penerapannya. Karena ujung tombak dari sistem penerapan EPR adalah penimbul sampah dan pengelola sampah kawasan. Setelah itu baru pihak lain bisa mulai bekerja mengurus sampah yang sudah dikelola oleh masyarakat dan pengelola sampah kawasan.
Pemberlakuan EPR akan menjadi solusi sampah Indonesia, karena semua pihak terlibat dalam kapasitasnya masing-masing. Kalau ada yang perlu dinanti pada tahun 2022 dalam pengelolaan sampah, salah satunya adalah penerapan EPR ini. (nra)