Ada seorang anak, yang sangat jarang masuk kuliah. Tapi kalau sore selalu terlihat ikut bermain sepakbola di lapangan sepakbola dilingkungan kampus. Karena frekuensi masuk kelas sangat jarang, hampir semua dosen tidak mengijinkannya untuk ikut ujian akhir semester, walaupun anak itu datang dan ingin ikut ujian.
Teman saya lantas mendapat telpon dari orang tua anak itu. Pastinya setelah si anak mengadu karena tak boleh ikut ujian. Orang tua anak itu meminta dan membujuk teman saya agar anaknya bisa diikutkan ujian. Teman saya menjawab bahwa boleh tidaknya ikut ujian itu ada aturannya, bahwa dia tak bisa seenaknya meminta para dosen untuk mengikutsertakan si anak dalam ujian.
Ujian akhir semester telah usai. Nilai-nilai ujian sudah keluar. Ada beberapa anak yang harus remidi. Si anak yang sangat jarang masuk kelas ini, rupanya melihat ada kesempatan supaya dia juga punya nilai untuk semester in. Maka, dia mengajukan diri ke bagian akademik untuk minta remidi. Oleh teman saya, disuruh langsung menemui masing-masing dosen.
Ada dua dosen yang tak mau memberikan ujian remidi. Maka teman saya kembali di telpon oleh orang tua si anak tadi. Dia bersikeras, pokoknya anaknya harus bisa ikut ujian. Anaknya harus bisa lanjut ke semester berikutnya. Dan terakhir, dia mulai ingin menunjukkan kekuasaannya.
"Saya ini kepala dinas pendidikan disini. Saya bisa merekomendasikan seluruh sekolah disini untuk tidak mengkuliahkan lulusannya di lembaga anda jika tidak ada kemudahan untuk anak saya"
Saya tertawa mendengar ceritanya. Miris juga. Ada ya bapak yang seperti itu. Jika dia ingin anaknya lancar kuliah, ya anaknya yang dinasihati untuk rajin kuliah, bukannya malah melakukan intervensi pada lembaga pendidikan.
Ah, parahnya pejabat kita ini!