AwaL ceritanya bahwa anaknya yang sekarang baru lulus SD ingin melanjutkan ke SMP Negeri pavorit di daerah tempat di mana mereka tinggal. Mereka merasa dengan melihat hasil raport dan nilai izasah anaknya yang cukup bagus anaknya seharusnya bisa masuk sekolah di SMP Negeri manapun yang mereka mau, namun berdasarkan pengalaman kakaknya yang pernah mendaftar di SMPN tahun-tahun sebelumnya, anaknya tersingkirkan karena mereka mendaftar lurus-lurus saja, maksudnya mendaftar tanpa pakai orang dalam atau pakai dana siluman untuk pejabat atau panitia di sekolah tersebut.
Karena takut anak keduanya ini tidak bisa lulus lagi, makanya pasangan suami istri ini bekerja keras mencari kenalan guru di SMP Negeri tempat mereka mau mendaftar di daerah dekat mereka tinggal. Mereka juga menemukan guru yang bisa bantu dan benar terbukti bahwa oknum guru tersebut meminta dana sekitar Rp 2.000.000 paling kecil untuk memperlancar masuk sekolah yang mereka inginkan, uang itu diluar uang pendaftaran dan uang gedung dan uang spp mereka, murni itu untuk memperlancar kelulusan anak ibu dan bapak ini saja. Begitulah tutur ceritanya pada saya malam itu.
Antara percaya atau tidak saya mendengarkan cerita seperti ini, saya sebagai guru sangat tersinggung dengan kalimat ibu dan bapak ini, namun saya merasa saya tak pantas tersinggung, saya harus tenang dan harus mengatasi masalah ini dengan baik tanpa emos karena saya tidak melakukan perbuatan yang sama seperti guru yang diceritakan ibu tersebut. Ibu dan bapak ini sangat menyentak saya untuk menuliskan cerita ini di Kompasiana.
Walaupun sejak dulu saya sering mendengar bahwa dunia pendidikan sudah mulai mengalami kebejatan dan sudah tidak sehat persaingannya, tapi saya masih tidak terlalu percaya karena tidak melihat dengan mata kepala sendiri kecuali ada beberapa teman mengakui sendiri bahwa mereka betul-betul pelaku KKN tersebut. Dari cerita tentang pengangkatan Guru PNS yang menggunakan sogok menyogok, dari cerita menjadi Kepsek harus pakai uang puluhan bahkan ratusan juta, masuk sekolah harus menggunakan uang dan ada uang pelicin untuk mempermudah kelulusan, dan banyak lagi yang saya dengar berita buruk tentang dunia pendidikan, Saya menangis sendiri dan meminta ampun pada ALllah, mohon dengan sangat Alllah memberikan petunjuk kepada mereka-mereka yang sudah menyimpang untuk kembali ke jalan Allah. Saya juga meminta ampun karena tidak berdaya menasehati atau tidak bisa berbuat apa-apa terhadap teman-teman yang memang pernah cerita bahwa di dunia pendidikan perilaku tersebut memang ada dan sudah terbiasa.
Perlu malu saya mendengar cerita ibu dan bapak yang main kerumah, mereka ingin pinjam uang ke saya hanya untuk melakukan sogok menyogok kepada oknum guru, maka saat itu saya lantang menjawab dan saya mulai teringat profesi tukang urut, ibu yang datang ke rumah itu tidak memungkinkan bisa membayar uang sogokan yang diminta pihak sekolah, aklhirnya dengan lantang saya menjawab permintaan bapak dan ibu untuk pinjam uang ke saya untuk melakukan hal yang konyol itu maka saya katakana saya tidak akan pernah membantu bapak dan ibu apalagi membantu anak mereka melakukan tindakan yang sebetulnya sangat ditentang oleh masyarakat awam dan miskin. Kasihan siswa siswi yang pintar tapi tak punya uang untuk nyogok sehingga mereka tidak bisa masuk sekolah pavorit dan sekolah bagus.
Dengan bermodalkan maaf saya berani mengatakan bahwa saya tidak akan bantu mereka untuk melakukan itu, saya menyakinkan bapak dan ibu tersebut dengan mengatakan bahwa anak mereka bisa lulus masuk ke SMP yang mereka inginkan. Keampuhan doa dari bapak ibu nya akan mampu menyuksesakan anak –anaknya. Tidak perlu menggunakan sogok menyogok, ini membiasakan diri si anak untuk melakukan KKN dalam mencari pekerjaan nanti, semakin hancur negara Indonesia dengan system-sistem yang sudah mendarah daging dan sulit dirubah ini.
Ibu dan Bapak tersebut merasa malu setelah saya menolak meminjamklan uang untuk mereka melakukan hal yang saya sendiri tidak mau melakukannya, saya menjadikana anak kandung sendiri sebagai contoh bahwa anak saya pada saat tahu nllainya kurang di sebuah SMA yang paforit yang dia inginkan padahal saya mengajar di sana tetap saya menarik berkas setelah dinyatakan tidak berhasil. Saya sempat kecewa dan sedih tapi demi kebaikan manusia lain yang lebih berhak maka kami sekeluarga mulai rela dan menarik berkas serta memindahkan ke sekolah lain saja.
Akhirnya ibu dan bapak yang main ke rumah tersebut menjadi malu dan akan melakukan apa yang saya sarankan pada mereka. Saya dengan lantang mengatakan bahwa mereka mendaftakan diri melalui jalur biasa saja, ikuti prosedur yang benar dan jika memang nilai anak mereka bagus dan layak, saya berdoa anak mereka lulus dengan baik, tidak perlu memikirkan bahwa setiap orang mendaftar dengan cara-cara seperti itu, tidak usah takut gak lulus, belum tentu semua yang mendaftar menggunakan cara-cara tidak baik. Kita berpositif thingking saja, siapa tau kita bisa lulus tanpa harus mendatangi guru, mendatangi yang l;ain-lain selain guru. Kita latih anak kita untuk berlaku jujur . sportif dan bekerja sesuai dengan kemampuannya sendiri. Akan berat pertanggungjawaban seseorang yang mengambil hak orang lain, sama dengan pencuri yang mencuri harta orang lain, Nauzubillah, sedih sekali zaman sekarang harus banyak seperti ini. Ya Alllah sekali ini saya menangis meminta ampun padamu, meminta petunjuk padamu bagaimana caranya mengembalikan system pendidikan yang bersih, sehingga menghasilkan tenaga-tenaga kerja yang bersih dan menghasilkan harta-harta yang bersih sehingga meninggal kami bisa husnul hotimah. Di akhirat tidak dituntut oleh orang-orang yang terzolimi. Saya tak berdaya merubahnya kecuali dengan menuliskan cerita ini saja di Kompasiana.
Fastabiqul Khoirot.