7 Januari 2011 03:13Diperbarui: 26 Juni 2015 09:521210
Suara tulisan lebih jauh dibanding suara mulut dalam ucapan. Dengan menulis akan ada banyak aktifitas yang menyertainya, berbeda dengan ucapan. Kalau di dalam ucapan hanya terdengar sekian jarak, maka dengan tulisan akan terdengar hingga ke ujung jagad ini. Bahkan sampai langitpun bisa memantau tulisan.
Suara via tulisan membutuhkan kerjasama organ tubuh. Jika suara di mulut hanya membutuhkan kontraksi otot mulut dan pita suara, maka tidak dengan suara tulisan. Ia akan membutuhkan koordinasi antara mata, fikiran, tangan untuk mengetik, sumber belajar berupa bacaan juga kemampuan mengolah dan menata kata, membutuhkan ketermapilan lain.
Suara via tulisan bertahan lama dan disimpan dalam waktu tidak terbatas. Dengan rekaman di internet, maka tulisan akan bisa bertahan lama dan sering ditemukan oleh orang yang membutuhkannya. Berbeda dengan tulisan via mulut, akan terekam oleh orang yang mendengarnya saja dan tidak bertahan dalam waktu yang lama. Sekarang bicara, besok dilupakan. Terkecuali ucapan yang menyakitkan akan menjadi imbas negatif yang sifatnya lama.
Suara dalam tulisan bergema seperti resonansi. Sebuah tulisan yang saya amati di kompasiana, akan dikomentari dan dibaca tanpa komentar. Tentu saja, ini yang saya sebut resonansi. Sebuah reaksi dari suara yang memantul kepada kita saat tulisan dibuat. Reaksi berupa setuju atau tidak setuju, kritik dan sanggahan sangat berguna bagi seorang penulis. Bandingkan dengan suara via mulut, reaksi yang didapat kadang tidak serta merta setuju bila ucapan kita disanggah atau dibantah. Terkecuali dalam sebuah diskusi atau forum resmi.
Suara via tulisan menunjukkan kedalaman seorang penulis. Maksudnya bukan kedalaman ilmunya tetapi kedalaman pada sebuah pengalaman menulis dan kepandaian mengemas informasi. Orang yang tidak biasa menulis namun ilmunya mumpuni, kadang kesulitan mengemasnya. Namun orang yang ilmunya sekedar saja, tetapi terbiasa menulis, maka informasi apapun menjadi menarik. Dalam hal ini, menulis adalah bersuara dengan etika dan gaya.
Suara via tulisan mengandung seni. Berbeda dengan puisi ucap dan sajak, tulisan puisi akan bisa dirasakan berbeda bagi pembaca. Bahkan antara yang misteri dan yang menampak akan jelas terasakan apa yang tidak ditulis.
Menulis menjelaskan secara runut terhadap sebuah pengalaman. Adapun bertutur hanya menceritakan apa adanya sebuah kejadian. Menariknya bahasa tulis bisa dibaca ulang, ditelaah dan dikoreksi, sedangkan bahasa tutur sulit dimodifikasi manakala sudah terucapkan.
Berbicaralah yang baik saja, jika perlu diamlah. Begitu kata sebuah hadits Nabi SAW. Jika dalam bentuk tulisan, tentulah kalimat itu berindikasi menulislah yang baik-baik dan bermanfaat jika tidak maka jangan ditulis. Namun demikian, terkadang dengan tulisan, hal buruk bisa dikemas dengan baik, akan berdampak positif. Di sinilah perlunya gaya tulisan mampu menjembatani perasaan penulis dalam bentuuk kata-kata.
Bacalah atau tulislah. Perintah membaca tidak heran menjadi awal mula sebuah wahyu Al Quran. Namun bacaan akan sia-sia tanpa dituliskannya. Karenanya, perintah membaca itu disertai dengan perintah menulis. Sebab Tuhan mengajarkan manusia dengan perantaraan kalam, dan Tuhan telah mengajarkan manusia apa yang tidak diketahuinya.
Jixie mencari berita yang dekat dengan preferensi dan pilihan Anda. Kumpulan berita tersebut disajikan sebagai berita pilihan yang lebih sesuai dengan minat Anda.