Mohon tunggu...
KOMENTAR
Travel Story

Tersenyumlah Painan

4 Agustus 2011   02:45 Diperbarui: 26 Juni 2015   03:06 634 0

Painan adalah nama suatu kota yang ada di Kabupaten Pesisir Selatan, Provinsi Sumatera Barat, sekitar 77 km ke arah selatan dari Kota Padang. Menurut Wikipedia (klik di sini), nama Painan berasal dari kata 'paik' (pahit) dan 'nian' (sangat, amat, sekali) yang maksudnya 'pahit sekali' (pahitnya kehidupan di daerah Painan yang umumnya terdiri dari rawa-rawa). Ucapan 'paik nian' itu merupakan ucapan dari orang-orang selatan Pesisir Selatan yang merantau ke Painan, ditandai dari kata 'nian' (suatu kosakata yang biasa diucapkan oleh selatan dan melayu).

Bagi saya yang baru saja mendiami kota ini selama sepekan terakhir ini, kesan pahit nian seperti itu ya jujur masih bisa terasa. Kota ini adalah kota yang relatif kecil memang. Jalanannya begitu lengang, tak sebegitunya ramai, hanya sesekali dilewati oleh kendaraan yang melintas. Transportasi yang ada pun adalah ojek, kalau pun ada angkot itu masih terhitung jarang dan katanya trayeknya berputar-putar serta tidak menentu.

Perkembangan pembangunandi sini juga masih terasa lambat. Masih jarang ditemui beberapa fasilitas yang sudah lazim ada di kota besar, seperti mall/pusat perbelanjaan, tempat hiburan, dan pemadaman listrik pun masih sering terjadi. Padahal di kota inilah sentra pemerintahan kabupaten Pesisir Selatan berada dengan adanya kantor Bupati yang letaknya tidak jauh dari kantor saya. *gedung kantor Bupati ini merupakan gedung yang sangat terlihat menonjol di kota ini dengan kemegahannya yang belum ada menandingi hehe*.

Prediksi saya akan kentalnya nuansa relijius di daerah Sumatera Barat juga tidak sepenuhnya tepat. Di daerah saya ini, walaupun masjid-masjid lumayan banyak didirikan, tetapi jamaah untuk sholat wajibnya masih terhitung sedikit. Entah apakah nyambung atau tidak, saya jadi teringat akan novel cerita yang melegenda berjudul “Robohnya Surau Kami”...

Daerah ini juga, sebagaimana yang dulu pernah terjadi di daerah Padang dan sekitarnya, merupakan daerah rawan gempa. Bahkan pun, saat saya menyusuri jalanan di kota ini, tak jarang bisa ditemui rambu-rambu yang menunjukkan rute evakuasi tsunami. Secara geografis Painan terletak di pinggir pulau dan dekat lautan, sehingga dikhawatirkan daerah ini dapat terjadi tsunami. Sempat hari Selasa (21/6) kemarin, saya rasakan pula gempa terjadi sejenak dan BMKG melaporkan skalanya sekitar 5 skala Richter. Alhamdulillah gempa itu tidak berimbas pada kerusakan fisik apa pun dan saya masih baik-baik saja. Kini saya pun perlu menambahkan doa dalam keseharian saya, Ya Allah, lindungilah kami yang berada di kota ini dari marabahaya gempa dan tsunami...

Sempat terpikir di benak saya, bagaimana bisa instansi saya, yakni Direktorat Jenderal Perbendaharaan Kementerian Keuangan, mempunyai inisiatif untuk membangun kantor pelayanan perbendaharaan negara (KPPN) di kota ini. Sepertinya sih adanya unit vertikal di sini dimaksudkan untuk memperlancar pembangunan daerah-daerah yang masih belum berkembang dan menjangkau daerah tersebut, sehingga jarak bukanlah alasan yang menghambat pencairan dana pemerintah untuk berlangsungnya pemerintahan dan pembangunan di daerah itu. Melihat persebaran KPPN yang ada di seluruh pelosok Indonesia, hal ini dapat dimaklumi memang.

Begitulah sisi pahitnya (kalau boleh dibilang seperti itu he) dari kota Painan ini. Namun, yang pahit-pahit itu tak selalu mesti menjadi deraan hati selama tinggal di sini. Pahitnya kota ini rasa-rasanya masih bisa diadaptasi dengan menganut kebersahajaan dalam hidup sebagai prinsip yang harus dipegang. Kesederhanaan kota ini menjadi hal yang malah kadang menjadi keunggulannya daripada kesemrawutan yang sering kita temui di kota-kota besar dan malah itu menjadi ketidaknyamanan tersendiri. *mantan penghuni ibukota selama 7 bulan kemarin hehehe*

Painan mempunyai sisi yang menarik dari alam pemandangannya. Mungkin karena pembangunan yang masih belum sebegitunya masif di sini, kota ini menyajikan hamparan pemandangan alami yang begitu indah. Di kota ini, saya dapat melihat masih hijaunya perbukitan, langit di siang hari yang begitu biru dan beralih dengan gemerlap bintang di malam hari, pesona pantai dengan deburan ombaknya... Bagi orang yang jiwanya begitu dekat dengan alam, rasa-rasanya tinggal di sini menjadi suatu keistimewaan tersendiri hehehe...

Oya, sedikit terlewat. Painan juga mempunyai sisi pedasnya dengan banyaknya warung makanan dengan masakan khas Minang yang serba bersambal. Hal ini menjadikan saya cukup susah untuk beradaptasi dengan seringnya saya memakan masakan seperti itu *yaeyalah wong adanya itu doang ~_~*. Selain itu pula, saya mengalami hal ihwal semacam cultural shock dan salah satu indikasinya adalah roaming. Di sini mayoritas penduduk adalah asli etnis Minang, sehingga bahasa keseharian yang digunakan adalah bahasa Minang pula. Jadilah saya yang hanya tahu bahasa Jawa, Indonesia, dan Inggris *little little i can-lah hehehe* mengalami roaming di saat kebanyakan orang di sini berbicara dalam bahasa Minang ~_~...

Melanjutkan bahasan mengenai sisi menariknya Painan ini, selama sepekan terakhir kemarin saya sudah menyempatkan diri untuk mengunjungi beberapa tempat dan event menarik yang ada di kota ini. Berikut reportasenya. Silakan menikmati hehehe...

Pekan Seni Budaya

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun