Suatu waktu dirumah duka, aku duduk terdiam ditempatku dengan pandangan menatap kosong tubuh terbujur kaku yang ditutupi kain. Orang-orang berpakaian hitam berkumpul layaknya semut yang menemukan gula. Mulutku terdiam namun aku tak bisa menutup telinga dan mataku atas apa yang kudengar dan kulihat, sepasang tubuh yang saling berpelukan, jeritan isak tangis yang saling bersahutan, dan seseorang yang terdiam dengan bahu bergetar disudut ruangan membuat hatiku ikut teriris. Mataku tiba-tiba mengabur, aku merasa ada genangan air dikedua kelopak mataku yang tanpa kusadari menetes begitu saja. Dengan cepat aku mengusap tetesan yang mengalir dipipiku itu lalu berjalan keluar karena jika terus berada didalam aku tak yakin apakah aku masih bisa menahan tangisku.
KEMBALI KE ARTIKEL